Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonom Minta Pemerintah Juga Fokus Atasi Kemiskinan Struktural di Tanah Air

        Ekonom Minta Pemerintah Juga Fokus Atasi Kemiskinan Struktural di Tanah Air Kredit Foto: Imamatul Silfia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan masalah kemiskinan ekstrem menjadi salah satu dari empat fokus pemerintah untuk tahun ini. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berjalan beriringan dengan tingkat kesenjangan yang makin melebar. Oleh karena itu, pemerintah akan menggunakan instrumen fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengatasi problem ini.

        Menanggapi pernyataan Menkeu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan persoalan kemiskinan di Indonesia tak hanya sekadar yang sifatnya karena siklus ekonomi, tetapi juga ada kemiskinan yang sifatnya struktural.

        "Kemiskinan yang sifatnya siklus itu karena efek pandemi, inflasi, kenaikan LPG nonsubsidi, dan kenaikan harga BBM 30%. Tapi ada juga kemiskinan yang sifatnya ekstrem atau struktural, dan ini beda penanganannya," kata Bhima kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

        Baca Juga: Usulan Mendag soal Subsidi Importir Kedelai Bukan Solusi yang Tepat Sasaran

        Sebagaimana yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya, jumlah penduduk miskin di Indonesia naik 0,20 juta orang menjadi 26,36 juta orang pada September 2022. Sedangkan dari segi Garis Kemiskinan (GK), persentasenya naik 5,95% menjadi Rp535.547 per kapita per bulan.

        BPS menyebut empat faktor yang menyebabkan naiknya tingkat kemiskinan di Indonesia, yakni penyesuaian harga BBM, kenaikan harga komoditas bahan pokok, tingginya angka penduduk kerja yang terdampak pandemi dan PHK, serta kondisi perekonomian pada triwulan III-2022.

        Menurut Bhima, data yang disampaikan BPS masih belum mencakup data yang digambarkan oleh Bank Dunia. Sementara, bila menggunakan data Bank Dunia, maka jumlah orang miskin di Indonesia akan jauh lebih besar.

        "Itu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, jangan hanya terpaku pada satu indikator," ujar dia.

        Adapun untuk mengentaskan kemiskinan struktural, Bhima menyarankan pemerintah untuk fokus mengatasi masalah di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.

        Khusus untuk perlindungan sosial, Bhima mengungkap alokasi dana untuk perlindungan sosial di 2023 hanya mencakup 2,25% dari total PDB. Dia mendorong agar pemerintah meningkatkan alokasi dana untuk aspek ini.

        "Bansos, Bantuan Subsidi Upah (BSU), itu harus ditambah, harus dinaikkan. Yang penting datanya tepat sasaran," terang dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: