Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wacana Sistem Pemilu Kian Disoroti, Sikap Jokowi Ternyata Berseberangan Sama Kubu Megawati

        Wacana Sistem Pemilu Kian Disoroti, Sikap Jokowi Ternyata Berseberangan Sama Kubu Megawati Kredit Foto: Twitter/Joko Widodo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Presiden Joko Widodo alias Jokowi akhirnya bersikap terkait dengan wacana penggunaan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024.

        Siapa sangka, dirinya yang merupakan anak buah dari Megawati Soekarnoputri justru berseberangan dengan pandangan partainya sendiri terkait hal tersebut.

        Baca Juga: Tuntutan Soal Masa Jabatan Lagi, Kades Bakal Dijadikan Peralatannya Jokowi: Publik Sudah Curiga...

        Dirinya mengatakan bahwa wacana tersebut bisa menimbulkan ketidakstabilan dalam negeri yang akan mempengaruhi kondisi sosial dan politik.

        Keterangan resmi Presiden Jokowi disampaikan lewat kuasa hukumnya, Menkumham Yasonna Laoly dan Mendagri Tito Karnavian. Keterangan itu dibacakan oleh Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar.

        Dalam bagian petitumnya, Presiden meminta MK memutuskan Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka, tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan masih punya kekuatan hukum mengikat. Artinya, Presiden meminta MK menolak permohonan penggugat agar sistem pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

        Dalam keterangannya, Presiden mengatakan proses penyelenggaraan Pemilu 2024 saat ini sedang berjalan. Jika MK memutuskan merubah sistem pileg di tengah tahapan seperti saat ini, dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak.

        Baca Juga: Macam Tak Tahu Detil Wacana Biaya Haji, Pendukung Anies Kuliti Jokowi: Gaduh, Tinggal Kaget Aja

        "Perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilihan umum di tengah proses tahapan pemilu yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai politik maupun di tingkat masyarakat," kata Bahtiar.

        Presiden juga menyampaikan sejumlah alasan lain mengapa gugatan uji materi sistem proporsional terbuka ini perlu ditolak. Pertama, pilihan menggunakan sistem proporsional terbuka turut mengacu kepada putusan MK pada 2008.

        Kedua, pilihan menggunakan sistem proporsional terbuka merupakan hasil musyawarah lembaga pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah. Pilihan itu dibuat dengan mempertimbangkan kondisi objektif bahwa transisi demokrasi Indonesia memerlukan penguatan sub sistem politik dalam berbagai aspek.

        Baca Juga: Jokowi Dituduh Peras Rakyat Lewat Pajak, Anak Buah Sri Mulyani: Susahnya Jadi Manusia Merdeka...

        Ketiga, Presiden membantah anggapan penggugat bahwa sistem proporsional terbuka mengecilkan kewenangan partai politik dalam menentukan caleg maupun nomor urutnya. Anggapan tersebut tidak tepat karena partai politik tetap berwenang menentukan caleg di semua daerah pemilihan.

        Keempat, Presiden beranggapan bahwa Pasal 168 UU Pemilu masih relevan sebagai dasar penyelenggaraan pemilu dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Kelima, pilihan menggunakan sistem proporsional terbuka adalah kebijakan terbuka atau open legal policy lembaga pembentuk undang-undang

        Kendati begitu, Presiden mengakui diperlukan perbaikan sistem pemilu ke depannya. Harus dicari sistem alternatif yang bisa menutupi kelemahan sistem proporsional terbuka maupun tertutup.

        Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat memilih caleg yang diinginkan ataupun partainya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi parlemen. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019.

        Baca Juga: Jokowi Saja Menahan Diri, Keinginan Kades Tambah Masa Jabatan Disoroti: Mereka Makin Ngelunjak Saja!

        Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: