Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sri Mulyani dan Presiden Jokowi Diminta Ikut Bertanggung Jawab atas Dugaan Mega Skandal Korupsi Pajak

        Sri Mulyani dan Presiden Jokowi Diminta Ikut Bertanggung Jawab atas Dugaan Mega Skandal Korupsi Pajak Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mengatakan Sri Mulyani dan Presiden Jokowi harus ikut bertanggung jawab atas dugaan mega skandal korupsi pajak.

        “Setelah Kasus Sambo pembunuh Brigadir Josua berikut peran Satgas Merah Putih (MP) sarat berbagai kriminal kategori jumbo, maka kasus korupsi pajak ini adalah kejahatan kerah putih orde KAKAP yang terjadi dalam pemerintahan Jokowi,” kata Marwan melansir dari pernyataan tertulisnya, Rabu (15/03/23). 

        “Maka tak heran jika Menkeu Sri Mulyani dihujat berbagai kalangan untuk bertanggungjawab dan segera mundur dari jabatan,” tambahnya.

        Menurut Marwan, dalam kasus Sambo dan Satgasus MP, dana yang “dikepul dan dikelola” dari tindak kriminal kelas tinggi berupa perjudian, perdagangan narkoba, pengelolaan/izin tambang, dan lain-lain, diperkirakan berorde ratusan triliun Rupiah. 

        Baca Juga: PPATK Akhirnya Serahkan Data Transaksi Pegawai Kemenkeu Rp300 Triliun ke Sri Mulyani: Kami Selalu Berkoordinasi

        “Sedangkan dalam mega skandal korupsi pajak, keterlibatan kedua direktorat di Kemenkeu menyangkut proses pengumpulan dana untuk penerimaan APBN bernilai ribuan triliun Rp.  Terlepas proses pro justisia pidana korupsi harus berjalan, gugatan berbagai kalangan terhadap Sri Mulyani dapat dipahami dan harus diproses,” katanya. 

        “Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan transaksi gelap korupsi pajak di Kemenkeu senilai Rp300 triliun (8/3/2023),” kata dia. 

        “Transaksi mencurigakan tersebut terakumulasi sejak 2009 hingga 2023. Kasus penganiayaan anak Rafael Alun Trisambodo, pegawai Kemenkeu, menjadi awal terbukanya mega skandal,” tambahnya. 

        “PPATK menyatakan sudah sering melaporkan penyelewengan yang terjadi, tapi dikatakan oleh Mahfud, laporan tersebut selalu didiamkan Kemenkeu,” jelasnya.

        Menkeu Sri Mulyani mengaku tidak tahu soal transaksi janggal Rp 300 triliun tersebut. Sri mengaku memang kantornya sudah menerima surat dari PPATK, namun ia tidak menemukan penyebutan angka Rp 300 triliun (10//02023) seperti kata Mahfud. 

        Belakangan Menko Mahfud menjelaskan bahwa transaksi di atas berasal dari dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) melibatkan 467 pegawai Kemenkeu. Dikatakan TPPU bukan korupsi perseorangan, tetapi beramai-ramai (10/3/2023). 

        “Kita khawatir kategorisasi atau penyebutan modus TPPU atas penyelewengan pajak di atas merupakan salah satu upaya untuk mengaburkan kasus. Hal tersebut dapat pula dianggap sebagai upaya untuk mencegah terjeratnya oknum-oknum KAKAP oligarki penguasa-pengusaha dari proses hukum tipikor,” katanya. 

        Baca Juga: Sri Mulyani Dicap oleh Partai Buruh Sebagai Bendahara Negara yang Tidak Becus: Kami Minta Mundur Saja!

        “Terutama karena panjangnya proses dan tidak jelasnya "leader" lembaga hukum yang harus memproses TPPU. Belum lagi,  oknum-oknum oligarki penentu dan sangat berperan, tampaknya pun telah mengintervensi. Maka berubah sikaplah Menko Mahfud dan Ketua PPATK... sehingga mega skandal pajak akhirnya bisa layu sebelum mekar,” ungkapnya

        “Padahal dipahami bahwa tindak pidana korupsi terkait erat dengan TPPU. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan asal dari tindak pidana pencucian uang. Sebaliknya, tindak pidana pencucian uang adalah kejahatan lanjutan dari tindak pidana korupsi,” tambahnya. 

        Dengan kata lain jelas Marwan, pencucian uang muncul akibat adanya perilaku korupsi. Sehingga pencucian uang merupakan salah satu bentuk tindakan korup anti kemanusiaan yang sangat merugikan rakyat dan negara.

        Baca Juga: Rocky Gerung Tak Percaya Sri Mulyani yang Rangkap 30 Jabatan Cuma Dapat Satu Sumber Gaji: Mungkin yang Lain Namanya Honor!

        “Skandal pajak Rp 300 triliun dan berbagai kebijakan diduga sarat moral hazard  sudah berjalan lama secara sistematis dan terstruktur. Karena itu penyelewengan ini harus ditindaklanjuti dengan proses investigasi dan penyelidikan oleh tim independen secara transparan,” katanya. 

        “Seperti kasus Bank Century, DPR bisa membentuk pansus. KPK dan Kejaksaan Agung bersama PPATK harus terlibat aktif mengusut mega skandal korupsi ini. Sri Mulyani dan Jokowi harus bertanggung jawab. Rakyat pun harus segera bergerak demi tegaknya hukum dan diadilinya para koruptor!” tegasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: