Penetapan Upah Hingga Sanksi Perusahaan Bandel Masuk dalam Poin Perubahan di UU Cipta Kerja
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Pusat resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut dilakukan melalui pengambilan keputusan tingkat dua yang melalui Rapat Paripurna DPR Masa Sidang IV di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Selasa (21/3/2023) pukul 10.00 WIB.
Adapun, rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang didampingi oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, Rachmat Gobel, dan Lodewijk Friedrich Paulus. Sementara yang menghadiri rapat tersebut, 75 orang wakil rakyat secara fisik dan 210 anggota DPR RI lainnya mengikuti rapat secara virtual. Di samping itu, terdapat pula 95 anggota DPR yang izin sehingga jumlah totalnya ada 380 orang.
Baca Juga: Purna Sahkan Perppu Cipta Kerja sebagai UU, Puan Maharani Sebut Keunggulannya: Bisa Memitigasi...
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, M. Nurdin, memaparkan terdapat sedikit perubahan pada Perppu Cipta Kerja yang saat ini telah disahkan, di antaranya sebagai berikut.
1. Outsourcing/Alihdaya
Nurdin menuturkan pasal yang mengatur ihwal outsourcing telah mengalami perubahan. Lebih rinci, dia menyebut perubahan terjadi pada Pasal 64 yang mengatur kembali pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan.
"Pasal 64, mengatur kembali ketentuan mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya, alihdaya/outsourcing untuk jenis pekerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah," papar Nurdin dalam Rapat Paripurna DPR.
Pasal 64
(1) Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lainnya melalui perjanjian alihdaya yang dibuat secara tertulis.
(2) Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2. Perubahan frasa cacat menjadi disabilitas
Perubahan selanjutnya ada pada Pasal 67 Perppu Cipta Kerja. Dalam perubahannya, draf UU Cipta Kerja merubah frasa "cacat" menjadi "disabilitas".
"Pasal 67 perubahan frasa penyandang cacat menjadi disabilitas, di mana perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat disabilitas," kata Nurdin.
Adapun bunyi dari pasal tersebut sebagai berikut;
Pasal 67
(1) Pengusaha yang mempekerjakan Tenaga Kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasan.
(2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Resmi Disahkan Jadi UU, Menko Airlangga Sebut Ini Mitigasi Dampak Krisis Global
3. Upah minimum
Perubahan ketiga ada pada pasal yang mengatur tentang upah minimun. Nurdin menuturkan, perubahan tersebut meliputi beberapa pasal, yakni pasal 86c, 88d, pasal 88f, dan pasal 92.
Adapun beberapa pasal tersebut berbunyi;
Pasal 88D
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Upah minimum.
(2) Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula penghitungan Upah minimum diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 88F
Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2).
Pasal 92
(1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala Upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas.
Baca Juga: Mikrofon Fraksi Demokrat Mati Saat Menyampaikan Penolakan Atas Perppu Cipta Kerja di Rapat Paripurna
(2) Struktur dan skala Upah digunakan sebagai pedoman Pengusaha dalam menetapkan Upah bagi Pekerja/Buruh yang memiliki masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala Upah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
4. Jaminan produk halal
Perubahan selanjutnya berlaku pada pasal yang mengatur tentang jaminan produk halal. Nurdin memaparkan peraturan tersebut tercantum dalam beberapa pasal yang mengatur perihal sertifikasi halal.
"Terkait sertifikat halal yaitu pasal 1 angka 10 ketentuan umum perluasan pemberi fatwa halal yaitu MUI, MUI Provinsi, MUI kabupaten/kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal dan penyelesaiannya dengan norma serta pasal 4a, pasal 5 pasal 7, pasal 10, pasal 10a, pasal 32,npasal 33, pasal 33a, pasal 33b, pasal 42, pasal 44, pasal 50, pasal 52a, pasal 52d, pasal 63a dan pasla 63c," katanya.
5. Pengelolaan sumberdaya air
Perubahan terakhir terkait dengan pengelolaan sumber daya air. Dalam hal ini, Nurdin menegaskan bahwa pengalihan alur sungai yang dilakukan suatu perusahaan harus sepersetujuan pemerintah.
"Pelaksanaan sumber air berupa pengalihan alur sungai berdasarkan persetujuan oleh pemerintah mendukung penyelesaian proyek strategis nasional untuk kepentingan waduk dan lumbung, dan lain-lain. Dan pengenaan sanksi administrasi dan pidana Pasal 70, Pasal 73, dan Pasal 75a," katanya.
Adapun sanksi pidana administrasi dan pidana atas pelanggaran tersebut di antaranya;
Pasal 70
(1) Setiap Perusahaan Perkebunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 73
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
Pasal 75A
(1) Setiap Orang yang sebelum berlakunya Undang-Undang ini, telah melakukan:
a. pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan nonkonstruksi tanpa Perizinan Berusaha dan/atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3);
b. pelaksanaan konstruksi Sumber Air yang berupa pengalihan alur sungai, tanpa persetujuan pengalihan alur sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (4); dan/atau,
Baca Juga: Sah! DPR Ketok Palu Tanda Perppu Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
c. kegiatan penggunaan Sumber Daya Air tanpa Perizinan Berusaha dan/atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa denda administratif dan wajib mengajukan permohonan Perizinan Berusaha, persetujuan penggunaan Sumber Daya Air, dan/ atau persetujuan pengalihan alur sungai paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Adapun, Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disetujui tujuh fraksi partai parlemen, di antaranya PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara fraksi PKS dan Demokrat menolak disahkannya Perppu Cipta Kerja sebagai undang-undang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: