Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sasar UMKM Naik Kelas, Akseleran Siap Akuisisi Perusahaan Multifinance Tahun ini

        Sasar UMKM Naik Kelas, Akseleran Siap Akuisisi Perusahaan Multifinance Tahun ini Kredit Foto: Akseleran
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perusahaan Financial Technology (“FinTech”) peer to peer (“P2P Lending”), PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) menargetkan penyaluran pinjaman hingga Rp 6 triliun pada tahun 2023, atau naik 100 persen dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp 2,9 triliun.

        Direktur Utama Akseleran, Christopher Gultom mengatakan, hal ini bukan target mustahil untuk dicapai karena setiap tahunnya Akseleran memang mencatatkan pertumbuhan penyaluran pinjaman hingga 100 persen.

        "Karena secara historis pertumbuhannya memang kurang lebih sekitar itu. Jadi bukan yang ekstrim banget karena kita juga memang masih startup jadi memang perlu ada growth yang tinggi tetapi secara historis kita masih mampu untuk tumbuh jadi pertumbuhannya masih realistis," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, belum lama ini. Baca Juga: Berkat Strategi ini, Akseleran Sukses Pertahankan Kredit Macet yang Rendah

        Guna mendukung target tersebut dan target beberapa tahun ke depan, pada tahun ini Akseleran pun tengah melakukan upaya untuk mengakuisisi salah satu perusahaan multifinance yang diharapkan mampu memperluas pasar.

        "Jadi untuk multifinance akan kita coba jalankan, mudah-mudahan dalam waktu 6 bulan ke depan sudah bisa diimplementasikan hanya memang masih proses panjang," pungkasnya.

        Menurutnya, kehadiran multifinance kelak untuk melayani para peminjam di Akseleran yang sudah naik kelas sehingga membutuhkan pembiayaan lebih dari Rp2 miliar. Untuk diketahui, batas maksimum penyaluran pinjaman oleh Fintech P2P Lending yang diizinkan regulator saat ini hanya sebesar Rp2 miliar.

        "Kita melakukan akuisisi multifinance karena industri Fintech P2P Lending itu kan ada batasan peminjam maksimal Rp2 miliar sementara para peminjam kami ini banyak yang sudah naik kelas karena bisnisnya sudah tumbuh, sehingga butuh pinjaman lebih dari Rp2 miliar Jadi kita mau menyasar pasar yang bisa memenuhi itu," kata alumni Universitas Gadjah Mada tersebut.

        Lebih lanjut, dia berharap, melalui kehadiran multifinance, Akseleran bisa terus meningkatkan penyaluran pembiayaan sekaligus ikut membantu menekan gap pembiayaan di Indonesia. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), gap pembiayaan yang tidak bisa dijangkau lembaga keuangan formal selama tahun lalu mencapai USD 165 miliar atau sekitar Rp 2.000 triliun (kurs Rp 15.200 per dolar AS).

        "Karena size-nya besar jadi ini (penyaluran pinjaman) bisa Rp10 miliar, Rp20 miliar dan pertumbuhannya lebih enak, karena biasanya kita mainnya Rp2 miliar, sekarang mainnya bisa Rp10 miliar, Rp20 miliar. Jadi produknya tetap sama hanya kita main di pasar yang lebih besar," tukasnya.

        Selain mengakuisisi multifinance, pria berusia 33 tahun itu menyebutkan, untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan, pihaknya juga fokus dalam memperkuat dan membangun sumber daya manusia.

        "Kedua kemudian kita bermain di sumber daya manusia khususnya di tim sales baik untuk mengakuisisi borrower kita tingkatkan, kita perkuat dan perbanyak. Ketiga soal partnership, untuk penyaluran segitu banyak memang butuh kerja sama dengan pihak-pihak ketiga seperti supply chain financing," tegas Christopher. Baca Juga: Industri Fintech Indonesia Punya Potensi Besar, Pemain Tumbuh 600% dalam Satu Dekade Terakhir

        Sementara terkait industri Fintech P2P Lending sendiri, Christopher mengakui, industri P2P Lending tumbuh sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut dia, industri peer to peer lending (P2P Lending) masih menarik untuk dikembangkan karena adanya funding gap Rp2.000 triliun tersebut. Sedangkan saat ini industri fintech secara umum baru mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan sekitar Rp250 triliun per tahun atau sekitar 10 persen-15 persen. 

        "Sehingga ruang untuk tumbuhnya itu masih cukup besar namun tentunya tetap dengan aturan-aturan yang perlu tetap diikuti seperti mitigasi risikonya harus jelas. Itu memang perlu karena kita juga belajar dengan banyaknya P2P Lending yang berguguran, itu karena masalah kredit macet," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: