Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal Kantor Bupati Meranti Digadaikan Muhammad Adil, KPK Tak Mau Gegabah: Akan Kami Dalami

        Soal Kantor Bupati Meranti Digadaikan Muhammad Adil, KPK Tak Mau Gegabah: Akan Kami Dalami Kredit Foto: Instagram/Muhammad Adil
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masyarakat dihebohkan dengan kasus digadaikannya kantor Bupati Meranti oleh Muhammad Adil yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas hal ini, KPK buka suara.

        "Kami tidak akan gegabah untuk mengatakan ini salah atau tidak. Kami akan kami lebih dulu dalami apakah itu merupakan tindak pidana korupsi atau tidak," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, di Jakarta, Minggu (16/4/2023).

        Baca Juga: Kelakuan Bupati Meranti Gadai Kantor ke Bank dengan Cicilan Rp3 Miliar per Bulan, Nasibnya Tragis Diciduk KPK!

        Ghufron memahami pengajuan kredit memang membutuhkan agunan untuk menjamin uang yang dipinjam tersebut dikembalikan.

        "Kalau asetnya aset negara atau daerah itu tidak mungkin seandainya wanprestasi atau atau macet itu akan disita lalu dilelang," ujarnya.

        Lebih lanjut, dia menyebut kredit adalah ranah privat, meski demi lembaga antirasuah akan turun mempelajari hal ini karena ada dugaan penggunaan aset negara sebagai jaminan.

        "Karena ini dalam lalu lintas privat ya kredit, tapi walau kredit tapi kalau yang diagunkan barang milik negara itu mungkin atau tidak, sekali lagi akan kami dalami lebih dulu," kata Ghufron.

        Diketahui, KPK resmi menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.

        Baca Juga: Heboh Negara Tambah Utang dan Kantor Bupati Digadaikan, Omongan Said Didu Sadis: Ini Rezim Apaan Sih?

        Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti

        Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.

        Dia kemudian menjelaskan dalam kasus ini MA diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen untuk kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.

        Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, FN juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh.

        Baca Juga: M. Adil Ketahuan Menggadaikan Kantor Pemkab Meranti, KPK: Tidak Mau Gegabah, Kami Pelajari Dulu

        PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

        Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang, namun pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.

        Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.

        Atas perbuatannya para tersangka tersebut disangkakan dengan pasal sebagai berikut, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

        Baca Juga: Terkait Kantor Pemkab Meranti yang Digadaikan M. Adil, KPK: Akan Kami Pelajari Sebelum Diusut

        Tersangka FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

        Kemudian MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: