Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gokil! Taruhan Investasi Warren Buffett di Apple Sentuh Angka Rp2.322 Triliun!

        Gokil! Taruhan Investasi Warren Buffett di Apple Sentuh Angka Rp2.322 Triliun! Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Taruhan Apple oleh Warren Buffett telah melonjak nilainya hampir 40% tahun ini menjadi USD158 miliar (Rp2.322 triliun) atau 22% dari seluruh kapitalisasi pasar Berkshire Hathaway sebesar USD720 miliar (Rp10.585 triliun).

        Investor legendaris dan CEO Berkshire ini menepis kekhawatiran bahwa taruhannya sekarang sangat besar secara tidak proporsional selama rapat pemegang saham tahunan perusahaannya pada hari Sabtu minggu lalu.

        Dia membeberkan lima alasan mengapa dia sangat senang dengan besarnya investasi, dan tidak khawatir akan terlalu terkonsentrasi pada satu saham. Mulai dari model bisnis Apple dan kekuatan merek hingga prediktabilitas dan kegemarannya untuk membeli kembali saham.

        Baca Juga: Warren Buffett Jual Saham Mobil Listrik China untuk ke-11 Kalinya, Gak Mau Saingan dengan Tesla Elon Musk?

        Melansir Business Insider di Jakarta, Kamis (11/5/23) Berkshire menghabiskan sekitar USD36 miliar (Rp529 triliun) antara 2016 dan 2018 untuk mengumpulkan 5,4% saham di Apple. Mereka menguangkan sekitar 9% dari posisi pada tahun 2020, menurunkan basis biayanya menjadi USD31 miliar (Rp456 triliun). Berkat itu, Berkshire menghasilkan kira-kira lima kali lipat uangnya di atas kertas.

        Pertahanan pertama Buffett atas sahamnya di pembuat iPhone sejauh ini merupakan posisi terbesar dalam portofolio sahamnya.

        "Apple bukan 35% dari portofolio Berkshire," katanya. "Portofolio Berkshire meliputi kereta api, bisnis energi, Garanimals, sebut saja, See's Candy."

        Dengan kata lain, Buffett memandang Apple hanya sebagai salah satu dari banyak kepentingan bisnis Berkshire. Mulai dari saham di perusahaan publik seperti Coca-Cola dan Kraft Heinz, hingga anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya seperti Geico, Duracell, dan BNSF Railway.

        Tanggapan kedua investor terhadap klaim bahwa dia terlalu banyak mengindeks di saham Apple, adalah dengan mengatakan bahwa itu adalah perusahaan yang unggul bagi setiap anak perusahaan Berkshire.

        "Itu kebetulan menjadi bisnis yang lebih baik daripada yang kita miliki," katanya. "Kereta api kami adalah bisnis yang sangat bagus. Tidak sebagus bisnis Apple."

        Buffett juga menggarisbawahi manfaat lain memegang saham Apple yaitu pembelian kembali saham. Pembelian kembali saham titan teknologi telah meningkatkan kepemilikan Berkshire dari 5,4% pada akhir 2018 menjadi 5,8% hari ini, tanpa Buffett dan timnya harus mengeluarkan uang sepeser pun.

        "Hal yang baik tentang Apple adalah kita bisa naik," katanya.

        Kepala Berkshire mencatat bagian tambahan dari nilai Apple adalah daya tariknya bagi pelanggan. Dia memberikan contoh teoretis tentang seseorang yang harus memilih antara berpisah dengan mobil second seharga USD35.000 (Rp515 juta) atau iPhone seharga USD1.500 (Rp22 juta).

        "Jika mereka harus menyerahkan mobil second atau menyerahkan iPhone mereka, mereka akan menyerahkan mobil kedua mereka," katanya.

        Terakhir, Buffet mengontraskan keyakinannya pada prospek jangka menengah Apple dengan ketidakpastiannya yang mendalam mengenai prospek industri otomotif AS.

        "Saya rasa saya tahu di mana Apple akan berada dalam lima atau 10 tahun mendatang," katanya. "Saya tidak tahu di mana perusahaan mobil akan berada dalam lima atau 10 tahun."

        Buffett telah menyoroti beberapa kekuatan Apple lainnya di masa lalu. Misalnya, dia memuji keterampilan manajemen dan pengetahuan global CEO Tim Cook, serta menggarisbawahi besarnya nilai dan utilitas yang ditawarkan perangkat Apple kepada pelanggannya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: