Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan kebijakan terbaru bagi Wajib Pajak (WP) terkait penyederhanaan proses restitusi dengan jangka waktu dari semula 12 bulan menjadi 15 hari kerja.
"Kabar gembira! Pengembalian pajak dipercepat. Cukup 15 hari kerja, kelebihan bayar pajak orang pribadi paling banyak Rp100 juta, dikembalikan ke wajib pajak. Ini bentuk terobosan layanan publik dari DJP," tutur Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, dikutip dari cuitan di Twitter @prastow, Jumat (12/5/2023).
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Nilai Ekonomi Syariah dan Pajak Punya Tujuan yang Sama
Senada dengan itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menyampaikan, kemudahan tersebut diberikan khusus kepada WP Orang Pribadi (OP) yang mengajukan restitusi Pajak Penghasilan OP dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta.
Lebih lengkap, dia menjelaskan, kemudahan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tanggal 9 Mei 2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
"Perdirjen tersebut terbit untuk lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan percepatan layanan restitusi yang lebih sederhana, mudah, dan cepat. Proses restitusi yang lebih cepat akan sangat membantu cash flow Wajib Pajak," ungkap Dwi, dikutip dari keterangan resmi.
Selanjutnya, Dwi juga menegaskan bahwa proses restitusi tersebut dilakukan secara less intervention dan less face to face antara petugas pajak dan WP untuk lebih menjamin akuntabilitas dan menghindari penyalahgunaan kewenangan.
Dwi mengatakan, apabila terdapat WP yang telah diberikan pengembalian pendahuluan dan jika di kemudian hari dilakukan pemeriksaan lalu ditemukan kekurangan pembayaran pajak, WP dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100%.
"Namun demikian, berdasarkan perdirjen ini sanksi administratif tersebut direlaksasi menjadi hanya sebesar sanksi Pasal 13 ayat (2) UU KUP di mana sanksi per bulannya didasarkan pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 15% untuk paling lama 24 bulan," tegas Dwi.
Dwi kembali menambahkan, apabila dibandingkan, sanksi tersebut jauh lebih rendah daripada sanksi kenaikan 100%. "Perlu diketahui, relaksasi tersebut dilakukan melalui mekanisme pengurangan sanksi sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP," kata dia.
Terakhir, dalam masa peralihan pengaturan, apabila sampai dengan 31 Mei 2023, terhadap SPT Tahunan lebih bayar yang belum dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan, tetapi Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) belum disampaikan, pemeriksaan restitusi dihentikan dan ditindaklanjuti sesuai peraturan ini.
"Sedangkan terhadap yang telah disampaikan SPHP, pemeriksaan diteruskan sesuai Pasal 17B UU KUP," tutup Dwi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: