Respons atas Cepatnya Industri Fintech, CSIS dan IFSOC Adakan Fintech Policy Forum
Indonesia Fintech Society (IFSOC) dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengadakan diskusi publik Fintech Policy Forum di Pakarti Centre, Jakarta pada Selasa (16/5/2023).
Diskusi publik yang bertema “Prospective Economy Sector: Embracing Fast Changing Fintech Industry” ini dihadiri oleh Ketua IFSOC Rudiantara, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, Deputi Komisioner OJK Bambang W Budiawan, serta pembicara-pembicara lainnya dari praktisi fintech, CSIS, serta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan didukung oleh Grab, OVO, Taralite, VIDA, dan Tokopedia.
Menurut pemaparan Ketua Indonesia Fintech Society Rudiantara, IFSOC menjadi salah satu melting pot atau wadah pertemuan antara regulator, pembuat kebijakan, akademisi, dan pelaku industri keuangan termasuk fintech (teknologi finansial).
Baca Juga: Industri Fintech Indonesia Punya Potensi Besar, Pemain Tumbuh 600% dalam Satu Dekade Terakhir
Di samping itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebutkan dalam pemaparannya, kondisi regulator keuangan di Indonesia berada di persimpangan jalan.
Mahendra menyebutkan, “Kondisi regulator di Indonesia adalah this is it, do it.” Yang artinya, posisinya siap tidak siap harus tetap berjalan, terlebih menghadapi cepatnya perubahan industri fintech di Indonesia.
“Karena kalau di internasional, terutama di negara maju, memang dengan orang yang memperhatikan profitability, bottomline, perekonomian... Padahal mau tidak mau semakin tidak terbatasnya startup termasuk digital dan fintech… itu harus naik. Harus ada flow of investment. Ini bisa dilakukan di Indonesia, karena ekonominya tetap tumbuh, [masyarakat] unbanked dan underbanked masih ada,” lanjut Mahendra dalam pemaparannya.
Di samping itu, Deputi Komisioner OJK Bambang W Budiawan memaparkan tantangan pengembangan fintech P2P lending, salah satunya adalah kejahatan siber. Bambang memaparkan, hadirnya UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi diharapkan dapat melindungi pengguna fintech dari kejahatan siber.
“BSN mencatat serangan siber sepanjang tahun 2022 berjumlah 976.429.996 dengan anomali trafik paling banyak masih berasal dari aktivitas malware. Penyelenggara perlu melakukan penguatan keamanan secara kontinyu,” tulis Bambang dalam paparannya.
“Kita juga sadar dengan adanya UU No. 27 [tahun 2022] tentang Perlindungan Data Pribadi, ini juga terus dilakukan [pengawasan kepada] pelaku digital,” tambah Bambang.
Direktur Pengawasan Financial Techology OJK, Tris Yulianta juga turut hadir dan menjadi pembicara dalam forum ini. Tris mengatakan, “Kalau kita bicara fintech, kita akan sadar bahwa, kita ada di jalan, mau balik atau gimana? Ini sama dengan startup. Kami anggap fintech P2P lending itu sudah bukan startup lagi, tapi lembaga jasa keuangan lainnya.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti