Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap bahwa ada sebanyak 136 eksil peristiwa 1965 yang berada di luar Indonesia.
Adapun eksil tersebut merupakan para warga negara Indonesia (WNI) yang saat peristiwa 1965 terjadi tengah menjalani pendidikan di luar negeri. Oleh sebab kebijakan Presiden Soeharto, para eksil tersebut tidak diperkenankan kembali ke dalam negeri.
Baca Juga: Babak Baru Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Pemerintah Santuni Para Korban
Sebelumnya, Mahfud mengakui bahwa angka eksil yang dimiliki pemerintah hanya sebanyak 39 orang. Dalam beberapa waktu sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengintruksikan untuk kembali mencari para eksil lainnya.
Mahfud menyebut, banyak eksil yang berada di Belanda. Berdasarkan data yang didapatnya, dia menyebut 67 eksil berada di negeri kincir angin tersebut.
"Di Belanda 67, Rusia satu orang dan 37 keturunannya, di Ceko ada 14, di Swedia ada 8, di Slovenia 2 plus 1 keturunan, kemudian di Albania 1 orang, di Bulgaria 1 orang, dan di Suriah 1 orang, Inggris 1 orang, Jerman 1, dan Malaysia ada 2 orang yang satunya korban kerusuhan 98 dan korban peristiwa Simpang KKA, Aceh," papar Mahfud dalam konferensi persnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Mahfud juga mengakui, sebelumnya terdapat lebih banyak eksil yang berada di luar negeri. Akan tetapi, banyak para eksil yang meninggal dunia sebelum penyelesaian pelanggaran HAM dilakukan.
"Kalau diliat itu korban 1965 itu berarti 134 orang yang masih ada. Dulu banyak, kan sudah banyak yang meninggal," terangnya.
Mahfud pun mewajarkan adanya silang pandang terkait rekap data yang dipertentangkan. Pasalnya, kata dia, sejarah memiliki sudut pandang sesuai dengan orientasi penulisnya.
Bahkan, lanjut Mahfud, jumlah korban yang tercatat oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pun memiliki kebenaran yang berbeda. Meski demikian, dia menegaskan bahwa setiap sejarah memiliki kebenaran yang berbeda.
"Oleh sebab itu, kita sekarang perhatikan korbannya saja, soal kebenaran sejarahnya itu ilmu. Kemendikbud akan memberikan dan menyediakan biaya penelitian bagi siapa saja yang menulis sejarah, tapi tidak mungkin itu menjadi satu-satunya kebenaran karena setiap penulis sejarah itu memiliki orientasinya sendiri dan harus dihargai," paparnya.
Baca Juga: Mahfud MD Pernah Cerita ke Pakar UGM: 'ini Ada Pemilu atau Enggak, Saya Gak Yakin Ada'
Di samping itu, Mahfud juga menyebut bahwa pemerintah akan menggelar Kick Off Penyelesaian Pelanggaran HAM di Rumoh Geudong, Aceh, Selasa (27/6/23) mendatang.
Adapun penyelesaian HAM itu dilakukan dengan skema santunan bagi para korban yang telah terverifikasi oleh Komnas HAM. Pasalnya, kata dia, penyesalan melalui jalur hukum kerap kali menemukan jalan buntu bagi pemenuhan hak korban pelanggaran HAM.
Kendati demikian, tidak semua eksil turut mengikuti kick off penyelesaian pelanggaran HAM tersebut. Sekretaris Menkopolhukam, Letjen Teguh Pudjo Rumekso, menyebut hanya dua orang eksil yang turut mengikuti kick off tersebut.
"Satu dari Rusia, satu dari Ceko," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum