Hadiri Pertemuan Menlu Perempuan Pertama di Dunia, Retno Marsudi Usulkan 4 Ide Besar Ini
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, menghadiri Female Foreign Ministers' Meeting atau pertemuan Menlu Perempuan Sedunia pertama yang digelar di Mongolia.
"Pertemuan pertama para Menlu perempuan diselenggarakan di Mongolia. Pertemuan ini diadakan untuk membahas peran perempuan dalam berbagai isu global, seperti perubahan iklim, keamanan pangan, perdamaian, dan keamanan," ujar Retno, dalam keterangan resmi, Sabtu (1/7/2023).
Baca Juga: Kemenlu Bantu Pulangkan 9 WNI Korban TPPO di Thailand ke Tanah Air
Pada kesempatan itu, Retno menjadi salah satu pembicara di sesi "Peran Perempuan dalam Memajukan Perdamaian dan Keamanan" atau Women, Peace and Security (WPS). Pembicara lainnya adalah Menlu Jerman, Perancis, Afrika Selatan, dan Mongolia.
"Dalam sesi tersebut, saya dorong kerja sama konkret untuk memajukan agenda WPS agar manfaatnya langsung dirasakan oleh kaum perempuan, dan secara lebih luas lagi oleh rakyat," katanya.
Adapun dalam pidatonya, Retno mengusung empat usulan kerja sama yang akan didorong bagi kepentingan perempuan di seluruh dunia. "Pertama, meningkatkan partisipasi perempuan dalam preventive diplomacy, proses perdamaian, dan resolusi konflik," ungkapnya.
Dia menjelaskan, Indonesia telah menginisiasi pembentukan Southeast Asia Network of Women Peace Negotiators and Mediators pada tahun 2019.
"Network ini adalah network yang pertama dan satu-satunya di kawasan Asia Tenggara. Network ini telah jadi bagian dari Global Alliance of Regional Women Mediator Networks," lanjut Retno.
Dia menambahkan, menanggapi pernyataan Indonesia ini, OSCE (Organization for Security Cooperation in Europe) telah menyambut baik dan menawarkan kerja sama untuk meningkatkan pelatihan dan jejaring kerja untuk para negotiators dan mediators perempuan.
"Hal kedua yang saya sampaikan dalam sesi pertemuan para Menlu perempuan adalah pentingnya meningkatkan partisipasi perempuan dalam pasukan perdamaian PBB," tegasnya.
Menurut Retno, Indonesia adalah salah satu kontributor terbesar, nomor 8, pasukan perdamaian PBB. Serta, jumlah peacekeeper perempuan Indonesia sekarang naik 50% dibanding 5 tahun yang lalu.
"Saya mengusulkan agar para Menlu perempuan dapat memastikan bahwa kebijakan yang lebih ramah terhadap perempuan dalam misi perdamaian PBB penting untuk terus diperjuangkan di dalam forum PBB. Usulan ini ditanggapi dengan sangat baik," katanya.
Baca Juga: Dampingi Presiden Jokowi, Menlu Retno Lantik 12 Duta Besar Baru RI untuk Negara Sahabat
Usulan ketiga, lanjut Retno, yakni memberdayakan ekonomi perempuan dan menebarkan niai-nilai perdamaian dan toleransi. "Dalam pernyataan saya, saya menyebutkan salah satu contoh sebuah program dari salah satu LSM Indonesia yang disebut Peace Village," jelasnya.
Dia menerangkan, program ini ditujukan untuk menjadikan perempuan sebagai agen perdamaian dan toleransi sambil memberdayakan perempuan di bidang ekonomi.
"Saya sampaikan Indonesia siap untuk sharing pengalaman di bidang ini karena perempuan perlu diberdayakan secara ekonomi dan sekaligus dapat menjadi agen perdamaian dan toleransi," tegasnya.
Usulan terakhir, kata Retno, yakni memastikan akses perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan. Dalam kaitan ini, Retno menyampaikan upaya yang terus dilakukan Indonesia dalam membantu perempuan Afghanistan agar dapat memperoleh akses pendidikan dan peran lainnya di masyarakat.
"Saya juga menyampaikan bahwa Desember tahun lalu, Indonesia telah menyelenggarakan International Conference on Afghan Women Education dengan hasil komitmen yang cukup besar untuk mendukung pendidikan bagi perempuan Afghanistan, termasuk tawaran-tawaran untuk beasiswa. Untuk tahun ini, konferensi yang kedua akan dituan rumahi oleh Qatar," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: