Puluhan Lender Gugat Fintech iGrow Milik LinkAja, OJK hingga Menkominfo
Puluhan pemberi pinjaman (lender) ritel telah mengajukan gugatan perdata terhadap iGrow, platform pinjaman peer-to-peer (P2P lending) yang berfokus pada pertanian milik LinkAja, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Dilansir dari laman DealStreetAsia pada Senin (3/7/2023), menurut situs pengadilan, gugatan diajukan oleh 40 pemberi pinjaman ritel terhadap PT iGrow Resources Indonesia pada 5 Juni. Mereka juga menggugat Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asosiasi pemberi pinjaman teknologi finansial (AFPI), dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).
“Ya, pemberi pinjaman gelombang 1 sudah mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri, dan pemberi pinjaman gelombang 2 akan segera menyusul. Sebenarnya banyak korban lain, tapi mereka takut menempuh jalur hukum karena kekurangan dana, dan mereka tidak berpikir mereka bisa memenangkan kasus ini," ujar salah satu pemberi pinjaman yang meminta anonim kepada DealStreetAsia.
Baca Juga: Mau Akuisisi Perusahaan Pembiayaan, Akseleran Incar Dana Rp358,62 Miliar dari IPO
Menanggapi gugatan tersebut, Julianto Solomon Parluhutan Sirait, kuasa hukum iGrow dari JSParluhutan & Partners, mengatakan bahwa perusahaan menghormati keputusan pemberi pinjaman dan saat ini sedang mempelajari dan memeriksa kasus tersebut, dan akan memperbarui situasi dan kondisi bisnis peminjam.
“Kami sudah pernah bertemu [dengan pemberi pinjaman] sebelumnya, dan sepertinya mereka masih percaya bahwa kami bisa menyelesaikan masalah kredit macet. Jadi, kami terkejut dengan tindakan pemberi pinjaman yang sangat terburu-buru mengajukan gugatan,” kata Sirait, menambahkan bahwa iGrow sedang mempersiapkan langkah resolusi terbaik untuk dihadirkan selama uji coba.
Berdasarkan jadwal pengadilan, sidang pertama seharusnya diadakan pada Rabu (28/6/2023), tapi ditunda karena libur Iduladha.
Didirikan pada tahun 214, iGrow sempat diakuisisi perusahaan pembayaran milik negara LinkAja pada tahun 2021 dengan jumlah yang tidak disebutkan.
Menanggapi permintaan DealStreetAsia untuk berkomentar, Kepala Keuangan dan Strategi LinkAja, Reza Ari Wibowo mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memberikan dukungan dan bantuan penuh pada iGrow dalam menjalankan dan mendiskusikan proses penyelesaian sesuai dengan aplikasi hukum dan regulasi.
“LinkAja dan iGrow terus berkomunikasi dengan regulator. Terkait wanprestasi tersebut, LinkAja telah berkomunikasi dengan penerima pembiayaan, termasuk membahas penyelesaian melalui jalur hukum, agar dana yang diinvestasikan oleh retail lender dapat dikembalikan sebagaimana mestinya. LinkAja berharap agar masing-masing pihak dapat menghormati kerja sama, syarat dan ketentuan, serta proses hukum yang akan berlangsung,” ujar Wibowo dalam keterangan tertulis.
Menurut pada situsnya, TKB90 atau ukuran pinjaman yang berhasil diselesaikan dalam waktu 90 hari dari tanggal jatuh tempo, iGrow menempati 53,44%, lebih rendah daripada standar nasional sebesar 97,18%.
Hingga saat ini, iGrow telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp681,9 miliar dengan total outstanding pembiayaan sebesar Rp310,9 miliar. Pemberi pinjaman ritel merupakan 55% dari investor iGrow, sedangkan sisanya pemberi pinjaman institusional.
iGrow ini menjanjikan margin 12%-18% per tahun kepada pemberi pinjaman, jauh lebih tinggi dari 2,85%-3% yang ditawarkan pada deposito bank konvensional.
Proyek pembiayaan yang ditawarkan iGrow beragam, antara lain perkebunan buah dan sayuran, peternakan, dan perikanan. Setiap proyek memiliki masa kontrak berbeda-beda, rata-rata antara 6 bulan hingga 2 tahun. iGrow memperoleh pendapatannya dari biaya platform yang dibayarkan peminjam, sekitar 3-5%, tergantung pada jangka waktu pendanaan proyek.
Pinjaman agribisnis tampaknya sedang mengalami masa sulit di Indonesia. Sebelumnya pada Maret, DealStreetAsia melaporkan bahwa TaniFund, cabang pemberi pinjaman dari perusahaan agritech TaniHub, dituntut pemberi pinjaman ritelnya karena meningkatnya kredit macet. Pemberi pinjaman mengeluh bahwa mereka tidak mendapatkan pengembalian investasi dan pembayaran utang yang dijanjikan.
Meskipun menjanjikan keuntungan (return) tinggi, pinjaman agribisnis juga berisiko tinggi. Panen tanaman tidak dapat diprediksi dan bahkan terkadang gagal. Permintaan juga fluktuatif.
Selain itu, segmen ini memiliki banyak pesaing, seperti lembaga keuangan mikro, kredit usaha pertanian dari pemerintah, dan lainnya, sehingga sangat menantang, ujar peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda.
Meningkatnya kredit bermasalah (NPL) P2P lender juga bisa disebabkan oleh berbagai faktor.
“Pertama, peminjam biasanya berusia muda dan belum mapan secara finansial, sehingga berisiko menunggak. Kemudian, data credit scoring tidak mampu menggambarkan kemampuan membayar secara akurat. Tidak ada agunan, sehingga peminjam tidak memiliki risiko kehilangan apa pun,” sambung Huda.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti