Hendardi: Kabarnas Ditangkap Malah Minta Maaf, Bukti KPK Milih Tunduk Intimidasi Institusi, TNI Masih Teramat Kokoh
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute for Democracy and Peace, Hendardi menilai marwah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah runtuh menyusul ralat penetapan tersangka Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto dalam kasus suap proyek di Basarnas.
Sebelumnya, TNI menyatakan keberatan atas penetapan tersangka tersebut. Sebelumnya, KPK mengakui ada kekeliruan terkait proses hukum dugaan korupsi Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). KPK pun menyampaikan permohonan maaf.
Menanggapi itu, Hendardi menilai keberatan TNI atas proses hukum, tidak seharusnya dilakukan dalam bentuk intimidasi institusi.
"Dalih anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang yang terus digunakan TNI untuk melindungi oknum anggota yang bermasalah dengan hukum. Jika pun TNI tidak sepakat dengan langkah KPK, seharusnya menempuh jalur praperadilan," kata Hendardi dalam keterangannya, Sabtu (29/07).
Hendardi menjelaskan dalam pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer. Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum.
Demikian juga Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK, menegaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer.
"Jadi, tidak ada tafsir lain kecuali bahwa KPK seharusnya tidak menganulir penetapan tersangka tersebut," jelasnya.
Norma-norma dalam UU 31/1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subyek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum karena UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya.
"Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum. Ketidaksamaan di muka hukum dan privilege hukum bagi anggota TNI harus diakhiri. Presiden dan DPR selama ini terus gagal atau digagalkan untuk menuntaskan reformasi UU Peradilan Militer," jelasnya.
Dia menilai peristiwa klarifikasi dan permintaan maaf KPK atas penetapan tersangka anggota TNI adalah puncak kelemahan KPK menjaga dan menjalankan fungsinya secara independen.
"KPK memilih tunduk pada intimidasi institusi TNI, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip kesamaan di muka hukum sebagaimana amanat Konstitusi. Peristiwa ini juga menunjukkan supremasi TNI masih teramat kokoh, karena meskipun tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, korps TNI pasti akan membela dan KPK melepaskannya," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat