Janji politik selalu menjadi bagian penting dalam setiap kampanye pemilihan umum. Para calon pemimpin sering kali menawarkan berbagai macam janji untuk memenangkan hati pemilih. Menjelang pemilu 2024, janji-janji politik sudah mulai terdengar. Salah satu janji politik yang baru-baru ini terdengar adalah janji untuk menggratiskan BBM bagi masyarakat.
Tentu saja janji tersebut berhasil menggemparkan publik. Pasalnya, banyak yang menilai memberikan BBM secara gratis kepada masyarakat adalah suatu hal yang tidak masuk akal. Yang akan terdampak jika kebijakan tersebut benar-benar dilakukan adalah terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Janji Tak Masuk Akal yang Akan Tambah Beban Bagi APBN
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai bahwa sangat tidak mungkin jika pemerintah menggratiskan BBM. Karena dampaknya akan membebani belanja pemerintah terutama untuk subsidi.
"Pertama tidak mungkin ya, karena begini pemerintah BBM ini ada dua subsidi ya. Pertama solar besarnya Rp 1.000 per liter subsidinya, kalau harga keekonomiannya di atas Rp 10.000 atau Rp 11.000 tergantung, maka kalau digratiskan sangat tidak mungkin," ujarnya dilansir dari detikcom, Rabu (13/9/2023).
Baca Juga: Laporan IMF: Subsidi BBM 'Picu Polusi Udara', Bagaimana dengan Indonesia?
Ia melanjutkan, beban negara akan semakin bertambah hanya untuk membiayai bahan bakar masyarakat saja. Terlebih lagi, Indonesia masih mengimpor BBM, karena belum mampu memproduksinya sendiri. Jadi, jika harga minyak internasional yang semakin tinggi maka anggaran negara bisa bertambah lagi untuk subsidi.
“Harga dunia semakin tinggi kemarin US$80 sampai US$90 per barel, negara akan tertekan, pemerintah nambah lagi, dan itu bisa menambah utang. Nah itu berisiko lagi," lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, bahwa pemerintah saat ini sudah menerapkan subsidi terhadap BBM. Kerap kali subsidi BBM tersebut melebihi dari apa yang yang sudah dianggarkan di APBN.
Seperti misalnya, dalam APBN tahun 2022, pemerintah mengalokasikan Rp502,4 triliun untuk subsidi BBM. Namun, realisasi anggaran untuk subsidi BBM di tahun tersebut ternyata mengalami kelebihan hingga Rp196,6 triliun, sehingga menjadi Rp689 triliun. Angka tersebut tentu saja sangat fantastis dan benar-benar memberikan beban yang besar kepada negara.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat bahwa jika nanti BBM digratiskan, maka akan ada konsekuensi besar yang akan dihadapi oleh pemerintah. Konsekuensi itu terkait anggaran pemerintah untuk membiayai BBM bagi masyarakat akan semakin besar. Sehingga, nantinya pemerintah harus memangkas alokasi terhadap keperluan lainnya.
"Jadi menggratiskan BBM menurut saya sangat besar (anggarannya) sehingga harus ada konsekuensi terhadap alokasi untuk keperluan yang lain yang harus dikurangi. Itu yang perlu dikalkulasi jadinya yang jelas kalau sampai gratis sekali saya rasa relatif terlalu ambisius dengan kapasitas anggaran yang sekarang," pungkasnya.
Ketergantungan Masyarakat dan Ketidakefisienan Penggunaan BBM
Selain meningkatkan beban APBN, pemberian BBM secara gratis kepada masyarakat juga akan membuat masyarakat semakin bergantung terhadap pemerintah dan juga ketidakefisienan penggunaan BBM.
Penggratisan BBM bisa menciptakan ketergantungan yang berkelanjutan pada subsidi. Rakyat menjadi terbiasa dengan BBM gratis, dan ketika pemerintah mencoba mengurangi atau menghapus subsidi tersebut, bisa saja muncul protes dan ketidakpuasan dari masyarakat.
Selanjutnya, masyarakat juga mungkin akan menjadi kurang peduli tentang efisiensi energi. Mereka mungkin cenderung menggunakan kendaraan bermotor yang boros bahan bakar tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Seperti yang diketahui, penggunaan kendaraan bermotor yang berbahan bakar fosil akan menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca dan polusi.
Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) telah menerbitkan suatu laporan yang menyebut bahwa pemberian subsidi BBM tidak hanya memberikan beban fiskal yang besar pada negara-negara yang menerapkannya, tetapi juga memicu peningkatan polusi udara yang merugikan kesehatan manusia dan lingkungan.
Oleh sebab itu, IMF menyarankan kepada negara-negara di dunia untuk mempertimbangkan kembali kebijakan pemberian subsidi terhadap BBM. IMF mendorong negara-negara di dunia untuk menghapus subsidi BBM dan mengalihkan kepada pengeluaran sosial yang lebih tepat sasaran, pengurangan pajak yang tidak efisien, dan investasi produktif dapat mempromosikan hasil yang berkelanjutan dan adil.
"Penghapusan subsidi eksplisit untuk bahan bakar fosil, serta penerapan pajak korektif seperti pajak karbon, bisa mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) global hingga 43% pada 2030," catat laporan IMF Fossil Fuel Subsidies Data: 2023 Update.
BBM Gratis Bisa Lemahkan Nilai Mata Uang
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara yang masih mengimpor BBM. Pemberian BBM gratis dapat meningkatkan konsumsi dalam negeri. Ini dapat mengakibatkan peningkatan impor minyak mentah atau produk minyak, yang merupakan bagian dari neraca perdagangan negara.
Jika volume impor melebihi ekspor, maka negara akan menghadapi defisit neraca perdagangan. Untuk membayar defisit ini, negara mungkin harus menukarkan mata uangnya dengan mata uang asing dalam jumlah besar, yang dapat menyebabkan penurunan nilai tukar mata uang negara.
Selain itu, pembiayaan subsidi BBM yang mengambil dana dari kas negara untuk membiayai program tersebut. Ini dapat mengurangi pendapatan yang seharusnya digunakan oleh pemerintah untuk berbagai keperluan, termasuk pembayaran utang luar negeri. Kekurangan pendapatan ini dapat membuat pemerintah terpaksa mencetak lebih banyak uang atau meminjam dari luar negeri, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi nilai mata uang Indonesia.
Ketidaktepatan Sasaran Meluas dan Potensi Penyalahgunaan BBM Gratis
Tauhid menambahkan, bahwa pemberian BBM secara gratis juga mungkin akan mengakibatkan ketidaktepatan sasaran semakin meluas. Mengingat, kebijakan subsidi BBM yang telah diberikan pemerintah saat ini dinilai kurang tepat sasaran.
"Kalau subsidi BBM ini sebagian besar penerima subsidi ini bukan orang tidak mampu justru orang mampu. Jadi ketidaktepatan sasarannya tinggi, jadi yang menerima bukan masyarakat bawah tetapi masyarakat menengah atas kalau modelnya subsidi harga seperti ini," ujarnya.
Tidak hanya itu, membebaskan BBM juga bisa mengundang potensi penyalahgunaan. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab mungkin akan mencoba untuk memanfaatkan program ini dengan cara-cara yang tidak etis, seperti mengekspor BBM yang diberikan secara gratis untuk dijual ke luar negeri.
Baca Juga: 4 Janji Politik Anies Baswedan di Depan Ribuan Relawan Jawa Barat
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: