Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Minimnya Realisasi Jargas Berujung Sinyal Adanya Mafia Impor LPG

        Minimnya Realisasi Jargas Berujung Sinyal Adanya Mafia Impor LPG Kredit Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengatakan, upaya Pemerintah mengembangkan penggunaan jaringan gas (jargas) sebanyak empat juta sambungan rumah tangga  masih belum optimal.

        Mulyanto melihat bahwa sampai dengan saat ini, target jargas terpasang baru sekitar 1 juta SR atau sekitar 25 persen dari target.

        Baca Juga: DPR Soal Bengkaknya Anggaran Beli LPG: Jangan-jangan Ini Permainan Mafia Impor

        Kondisi tersebut menurutnya menunjukan akan tidak seriusnya pemerintah  untuk pengguna rumah tangga ini. Padahal pengembangan jargas sangat baik sebagai upaya mengurangi beban keuangan negara untuk keperluan impor LPG.

        “Sudah dua tahun ini Pemerintah tidak mengalokasikan anggaran yang cukup (APBN 2023-2024) untuk pembangunan jargas tersebut. Bahkan APBN yang sebelumnya didedikasikan untuk pembangunan jargas malah dialihkan untuk membangun infrastruktur pipa gas alam ruas Cisem (Cirebon-Semarang)," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (18/10/2023). 

        Mulyanto mengatakan, alonatnya adalah upaya untuk mengejar target jargas tersebut jalan di tempat. 

        "Malah yang dilakukan Pemerintah adalah pengurangan target menjadi hanya 2.4 juta SR pada tahun 2024," ujarnya. 

        Baca Juga: Menko Airlangga Bersiap Pangkas Anggaran Subsidi Gas LPG

        Mulyanto menyebut realisasi pembangunan jargas masih memprihatinkan, padahal kalau secara masif jargas dibangun dan masyarakat beralih dari gas melon 3 kg menjadi gas alam produk domestik, maka impor gas LPG secara langsung dapat dikurangi. 

        Kondisi tersebut tak ayal berakibat terhadap defisit transaksi berjalan sektor migas juga akan tereduksi. “Nyatanya program jargas mandeg. Impor LPG tetap tinggi. Jangan-jangan ini permainan mafia impor,” ucapnya. 

        Lanjutnya, ia mengakui, PGN secara mandiri membangun jargas yang sasarannya untuk keluarga menengah atas namun jumlahnya sangat terbatas.

        Baca Juga: Jumlah Pengguna LPG 12 Kg Merosot, Ada Apa?

        Selain itu, harga gas alam untuk rumah tangga ini masih kurang menarik, akibatnya animo penggunaan gas alam oleh masyarakat untuk menggantikan gas LPG juga tidak seberapa tinggi.

        Mulyanto mengusulkan agar gas alam untuk rumah tangga miskin sebaiknya disubsidi saja oleh negara, seperti subsidi gas melon 3 kg, untuk meningkatkan permintaan gas alam dan mengurangi impor gas LPG.

        “Agar target jargas bisa dicapai dan jumlah anggaran APBN yang dikeluarkan juga optimal, memang skema KPBU (kemitraan pemerintah dan badan usaha) mini masuk akal. Karenanya rencana Kementerian ESDM untuk merevisi Perpres Nomor 6 Tahun 2019, bagus-bagus saja," ungkapnya. 

        Namun syaratnya harga gas alam per satuan volume untuk pengguna keluarga mesti cukup menarik dibanding harga gas LPG non subsidi, apalagi kalau bisa mendekati harga gas melon 3 kg bersubsidi.

        Baca Juga: Kolaborasi Pertamina dan BIN Siap Menjaga Distribusi BBM dan LPG

        “Kalau Pemerintah sungguh-sungguh, saya usul agar gas alam untuk penggunaan rumah tangga miskin ini disubsidi saja oleh negara, seperti subsidi gas melon. Gas alam untuk penggunaan industri tertentu saja ‘disubsidi’ oleh Pemerintah, kenapa Pemerintah ragu untuk mensubsidi gas alam untuk penggunaan rumah tangga. Kita bisa alihkan anggaran subsidi gas melon 3 kg menjadi subsidi gas alam untuk keluarga miskin. Ini kan soal kantong kiri dan kantong kanan dana APBN,” pungkasnya

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: