Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Balas Kritikan Ridwan Kamil, AMIN: Pembangunan Jokowi Bukan untuk Mobilitas Rakyat

        Balas Kritikan Ridwan Kamil, AMIN: Pembangunan Jokowi Bukan untuk Mobilitas Rakyat Kredit Foto: Jasa Marga
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Deputi Profesional dan Alumni Perguruan Tinggi Timnas dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Hendry Harmen buka suara terkait dengan kritikan yang dilontarkan oleh Ridwan Kamil untuk Muhaimin. Hal ini terkait dengan efektivitas pembangunan jalan tol di Indonesia.

        Akademisi ini mengatakan, apa yang disampaikan oleh mantan gubernur tersebut salah alamat. Dirinya menyebut bahwa yang disampaikan itu adalah uneg-uneg tukang becak yang mengeluh karena tidak bisa menikmati jalan tol meski telah membayar pajak.

        Baca Juga: Food Estate Gagal, Anies Baswedan Tawarkan Kontrak Farming: Sudah Dikerjakan di Jakarta, Akan Kami Teruskan ke Nasional!

        "Saya melihat kritik Ridwan Kamil bukan hanya keluar dari konteks, tetapi juga sesat dalam berpikir," kata Hendry dalam pesan tertulisnya, dilansir pada Rabu (20/12).

        Selain itu, pembangunan jalan tol tidak serta-merta memperlancar arus logistik. Hendry mengatakan hal ini dilewatkan oleh politikus tersebut, yakni sembako sebelum mencapai jalan tol harus melalui jalan biasa (non tol) yang seringnya macet. 

        Dirinya menguraikan, kemacetan terjadi utamanya karena penambahan jumlah jalan tidak seimbang dengan penambahan jumlah kendaraan.

        8 Tahun Pemerintahan Jokowi, pembangunan jalan tol (yang berbayar) lebih panjang dari pada jalan nasional yang bisa dinikmati oleh semua kalangan dan semua jenis kendaraan dan tidak berbayar. 

        Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penambahan jalan nasional dari tahun 2014 – 2022 = 1.385 km. Sementara penambahan jalan tol sepanjang tahun 2014 – 2022 = 1.500 km. 

        Baca Juga: Disinggung Soal Etika dan Putusan MK, Timnas AMIN: Yang Kemarin Itu Pincang

        "Dari data ini tergambar, paradigma pembangunan era Jokowi bukan untuk memudahkan mobilitas rakyat secara umum, tetapi lebih pada mendapatkan keuntungan dari mobilitas tersebut," terang Hendry.

        Karena itu, Hendry Harmen menyebut Ridwan Kamil sesat dalam berpikir karena terlalu menyederhanakan masalah dengan melewatkan akar masalah. 

        "Akar masalahnya adalah kurangnya ketersediaan jalan nasional yang tidak berbayar, yang merupakan urat nadi mobilitas barang dan orang antar daerah, yang murah dan lancar," tegas Hendry seraya menambahkan, jslalan nasional, bahkan jalan propinsi, jalan kabupaten yang banyak dan berkualitas akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi rakyat di sepanjang jalan tersebut, dan umumnya bagi rakyat secara luas. 

        Baca Juga: Bicara Utang Warisan Jokowi, Anies: Sesungguhnya Bukan Masalah...

        "Pada akhirnya, Mang Becak makan di warteg jadi murah, bukan karena adanya jalan tol, tetapi karena tersedianya jumlah jalan nasional yang cukup sehingga membuat biaya distribusi sembako menjadi lebih lancar dan murah," terang Hendry.

        Ia mengingatkan laporan Bank Dunia 2023, dimana Logistic Performance Index Indonesia turun tajam, dari peringkat 46 di tahun 2018 menjadi peringkat 63 di tahun 2023 dari 139 negara. 

        Hendry juga mengutip data ekonom Faisal Basri yang menyebut biaya logistik Indonesia saat ini masih sangat tinggi, yaitu di angka 22 perseb dari nilai PDB nasional.

        Sementata menurut laporan CNBC (19/5), selama 8 tahun pemerintahan Jokowi alokasi dana infrastruktur nasional mencapai Rp 2.768,9 triliun. Bahkan Jokowi mengaku angkanya lebih tinggi lagi yaitu Rp 3.309 triliun. 

        Soal biaya logistik nasional yang masih tinggi sedangkan biaya infrastruktur meningkat tajam, menurut Deputi Timnas AMIN itu jawabannya sederhana.

        Baca Juga: Macam Sindir Prabowo-Ganjar, Anies: Banyak Janji tapi Tak Bersenyawa

        "Pembangunan infrastruktur di era Presiden Jokowi tidak tepat sasaran dan tidak terintegrasi sehingga tidak berdampak pada penurunan biaya logistik nasional," tutur Hendry.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Aldi Ginastiar
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: