Isu Jentik di AMDK Galon Polikarbonat, Agen Akui Konsumen Tak Pernah Bawa Buktinya
Agen yang menjual air minum dalam kemasan (AMDK) galon Polikarbonat yang diisukan berisi jentik hitam mengaku belum pernah melihat secara langsung buktinya dari konsumen. Padahal, jarak rumah si konsumen dengan tempatnya berjualan itu tidak terlalu jauh, hanya di seberang jalan perumahan tempat tinggal konsumen.
Pemilik agen AMDK, Mahmud, mengutarakan bahwa dirinya hanya diberitahu konsumen bernama Lucky yang tinggal di sebuah perumahan yang persis berada di seberang tempatnya berjualan melalui WhatsApp (WA). “Pak Lucky hanya mengirimkan sebuah video yang di dalamnya ada jentik hitam kepada saya waktu itu, tapi sampai saat ini tidak pernah membawa galon tersebut ke tempatnya. Jadi, saya belum pernah ditunjukkan secara langsung galon tersebut,” ujarnya.
Dia menuturkan telah menjual 4 galon air minum berbahan Polikarbonat kepada Lucky pada tanggal 30 Juni 2024. “Kemudian dia komplen pada tanggal 9 Juli 2024 dengan mengirimkan video melalui WA dengan mengatakan AMDK yang saya jual palsu sambil menunjukkan sebuah video galon yang di dalamnya ada jentik hitamnya. Tapi waktu itu dia tidak minta untuk galonnya diganti dengan yang lain,” kata Mahmud.
Tapi, Mahmud menjadi bingung karena melihat dalam video yang dikirimkan kepadanya, Lucky dengan jelas mengatakan bahwa galon tersebut memiliki segel dengan nomor segel yang ada ditutupnya dan yang tertera di galonnya sama. “Itu kan berarti galon tersebut tidak palsu. Tapi, kenapa dia mempertanyakan lagi kepada saya apakah galon tersebut palsu?” tuturnya.
Selain itu, Mahmud mengatakan bahwa meskipun sering melewati rumah Lucky saat mengantarkan air galon ke tetangga-tetangganya, tapi dia tidak pernah dipanggil Lucky untuk menunjukkan galon berjentik tersebut. “Sejak kejadian itu, saya masih sering melewati rumahnya, tapi gak pernah disuruh ke rumahnya untuk melihat langsung galon berjentik tersebut,” tukasnya.
Mahmud menuturkan stok galonnya tidak pernah lama-lama tersimpan di gudang. Menurutnya, semua stok itu sudah habis terjual dalam waktu 2-3 hari. “Paling lama 3 hari semua stok sudah habis terjual dan dikirim kembali dari pabrik,” ungkapnya.
Dia mengatakan sudah berjualan AMDK galon ini sejak tahun 2018. “Selama ini tidak pernah ada yang komplen, cuma kali ini saja,” ucapnya.
Menurutnya, 85% warga yang tinggal di kompleks perumahan tempat Lucky tinggal merupakan pelanggan tetapnya. “Tapi alhamdulillah, meskipun ada kejadian ini, pelanggannya tidak berkurang, tidak terpengaruh dan masih tetap membeli air galon dari saya,” katanya.
Sebelumnya, Lucky mengatakan bahwa galon berjentik yang dibelinya itu merupakan galon baru bening. Menyikapi ini, Mahmud mengatakan tidak pernah menjual air galon bening hingga saat ini. “Saya belum pernah menjual air galon bening. Yang saya jual semua air galon biru,” tandasnya sembari menunjukkan semua jenis air galon yang ada di gudang.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Setya Indra Arifin, mengingatkan masyarakat agar tidak dengan gampang untuk menyebarkan pernyataan atau narasi di media sosial. Apalagi itu terkait dengan eksistensi lembaga lain, baik itu pribadi ataupun perusahaan yang bisa berpengaruh terhadap citra diri.
“Ngomongi pihak lain apalagi itu kaitannya dengan pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik atau media sosial itu memang harus berhati-hati betul,” ujarnya.
Karena, lanjutnya, dikhawatirkan apa yang dinyatakan orang tersebut ke publik itu ada unsur-unsur yang ternyata berbeda atau bertentangan dengan faktanya. “Jika itu terjadi, dia bisa dituntut karena pencemaran nama baik. Dan saya kira bisa lebih berbahaya lagi kalau yang dinyatakan itu adalah fitnah,” ucapnya.
Dalam hal ini, menurut Setya, orang yang menyebarkan isu tersebut akan dijerat dengan Pasal 27A dan Pasal 45 UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Di sana disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, bisa dikenai pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 400 juta. “Jadi, sebaiknya masyarakat harus lebih bijak dalam bertindak,” kata Setya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: