Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) kembali bersurat kepada Presiden Prabowo Subainto terkait penerbitan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP).
Dalam surat tersebut juga disampaikan kesediaan waktu Presiden untuk bisa menerima perwakilan petani sawit dari 25 Provinsi APKASINDO. Surat tertanggal 28 Oktober 2024 itu meminta Prabowo selaku Presiden RI untuk meninjau ulang digabungkannya komoditas kakao dan kelapa ke dalam BPDP.
Baca Juga: APKASINDO: BPDPKS Mesti Tetap Berdiri, Tak Digabung BPDP
Untuk diketahui, Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan itu diterbitkan 18 Oktober 2024 atau beberapa hari menjelang Jokowi lengser dari kursi kepresidenan. Yang mana, perpres tersebut mengatur pengelolaan atas 3 komoditas di antaranya kelapa sawit, kelapa dan kakao. Sehingga, konsekuensi penggabungan komoditas tersebut, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) kemudian diubah menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2024 ini juga serta merta mencabut Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
“Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2024 yang mengubah BPDPKS menjadi BPDP tersebut telah menimbulkan kegaduhan di kalangan stakeholder sawit, bahkan petani sawit dan anak-anak petani dan pekerja sawit sempat mengira itu berita hoax karena BPDPKS selama ini baik-baik saja, terlebih ketika Peraturan Presiden tersebut diterbitkan persis dua hari jelang pergantian Presiden Republik Indonesia,” tulis surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum APKASINDO, Gulat ME Manurung, dan Sekjen APKASINDO Rino Afrino, dikutip Warta Ekonomi, Rabu (30/10/2024).
Sebagai informasi, dana yang selama ini dikumpulkan oleh Pemerintah melalui BPDPKS tersebut merupakan dana yang berasal dari pungutan ekspor atau levy para pelaku usaha sawit dan bukan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maupun pajak yang merupakan dana blending.
APKASINDO mencontohkan pada bulan September 2024 ketika beban Pungutan Ekspor (PE) mencapai USD62 per ton CPO, para produsen penghasil Tandan Buah Segar/TBS (dimana 42%nya adalah petani sawit), terbeban sebesar Rp192 per Kg TBS (dengan asumsi rendemen TBS 20%).
“Kami petani sawit sudah sejak awal menolak rencana penggabungan/blending dana pungutan ekspor kelapa sawit dengan tanaman perkebunan lain karena akan menimbulkan kerancuan serta perlambatan implementasi program-program BPDP-KS sebagaimana selama ini sudah berjalan,” tulis surat tersebut.
Apabila dana sawit diblending dengan kakao dan kelapa, sambungnya, maka dikhawatirkan petani sawit wajib menanggung urusan pembiayaan kakao dan kelapa juga. Padahal, petani sawit sendiri masih berjibaku dan terseok-seok dalam serapan dana kelapa sawit dari BPDPKS dengan berbagai kendala dan hambatannya.
“Bapak Presiden Yang terhormat, sesuai uraian kami di atas, kami mohon kiranya agar Bapak Presiden berkenan untuk dapat melakukan peninjauan kembali serta mencabut Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2024 serta memberlakukan kembali Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 jo Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 Tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit,” tulis APKASINDO menutup suratnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar