Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (KOPRI PB PMII) Bidang Kajian Ekonomi dan Perindustrian periode 2024-2027 menyoroti kebijakan pemerintah terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% sejak 1 Januari 2025.
"Apabila ditarik mundur, PPN 12 % ini tidak terlepas dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang secara khusus diatur dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) UU HPP 7/2021. Melalui UU tersebut, pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibelitas untuk menetapkan tarif PPN dalam rentang 5-15 % melalui Peraturan Pemerintah," kata Ketua Bidang Ekonomi KOPRI PB PMII Zakya Nur Hafifah dalam keterangannya, Jumat (27/12).
Menurut dia regulasi tersebut menunjukkan bahwa kenaikan tarif pajak tidak sepenuhnya wajib atau diharuskan, sebab, disaat bersamaan pemerintah diperintahkan oleh UU tersebut agar mempertimbangkan kebijakan yang lebih pro rakyat, terutama masyarakat kelas menengah hingga bawah, dan generazi Z.
Sayangnya, kata Zakya, pemerintah terkesan terburu-buru dalam mematok PPN 12 persen tanpa mendahului kajian secara matang dan mendalam serta melibatkan partisipasi publik secara luas.
Ia pun menilai kebijakan ini akan menghambat daya beli masyarakat, dilihat dari data triwulan III 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya mencapai 4,91% secara tahunan, bahkan menurun sebesar 0,48%.
"Selanjutnya, mengacu laporan BRI (2024), pada sektor UMKM mengalami penurunan omzet sebesar 60%. Artinya, persoalan PPN ini harus dilihat sebagai kompleksitas problematik perekonomian masyarakat kecil dan menengah," terangnya.
Sementara itu, Ketua KOPRI PB PMII periode 2024-2027 Wulan Sari AS mengatakan Kenaikan PPN 12% akan berdampak ganda terhadap rumah tangga miskin, kelompok rentan, menengah, Generasi Z dan terutama perempuan dan anak dalam memperoleh hak-hak ekonomi dasar yang dijamin oleh negara seperti hak ekonomi, hak pendidikan, hak gizi dan kesehatan.
Melihat kompleksitas kebijakan PPN 12%, ada tiga persoalan utama yang menjadi perhatian KOPRI PB PMII Periode 2024-2027. Pertama, kenaikan PPN dan Beban Ganda: Rumah Tangga Miskin, Rentan, dan Menengah Terhimpit.
Kenaikan PPN 12% akan berdampak ganda terhadap rumah tangga miskin, kelompok rentan, menengah, Generasi Z dan terutama perempuan dan anak dalam memperoleh hak-hak ekonomi dasar yang dijamin oleh negara seperti hak ekonomi, hak pendidikan, hak gizi dan kesehatan.
Sesungguhnya, akibat kenaikan PPN menjadi 12%, maka sudah barang tentu kelompok miskin akan mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp1,2 jt perbulan. Misalnya, kelompok Miskin. Dampak yang akan diperoleh dari kebijakan PPN 12% yakni akan mengurangi kemampuan memenuhi kebutuhan non-esensial seperti sektor pendidikan dan kesehatan.
Selain gejala tersebut, akan berdampak juga pada menurunkan tabungan dan konsumsi sehari-hari serta beban berat akibat ketergantungan pada bahan pokok.
Kebijakan PPN 12% akan berpengaruh terhadap kelompok rantang miskin karena mereka akan kembali pada jurang kemiskinan ekstrim karena kurangnya jaringan sosial pengaman.
Selain itu, kelompok miskin dan rentan juga akan mengalami pengurangan pada kemampuan untuk menabung dan berinvestasi. Hal penting lainnya yakni akan berdampak terhadap penurunan konsumsi barang/jasa terutama hak-hak ekonomi dasar seperti pendidikan dan Kesehatan.
Kelompok menengah, juga terdampak kebijakan PPN 12% akan berdampak terhadap pengurangan daya beli (hiburan, perjalanan, dan barang mewah).
Selain itu, kelompok menengah juga akan terganggu sektor industri dan ekonomi kreatif. Hal lain yakni penurunan kualitas hidup dan berpotensi terjadi penurunan kelas menjadi kelompok miskin atau bawah.
Kedua, kenaikan PPN 12% mungkin bertujuan untuk meningkatkan pendapatan Negara dan menjaga stabilitas ekonomi. Harus diakui bahwa Bea Cukai yang diperoleh dari rokok memberikan pendapatan yang cukup tinggi terhadap Negara.
Namun, perlu diketahui pula bahwa ketika PPN Naik, namun tidak dikenakan pada rokok dampak signifikan akan berimbas pada perempuan. Tanpa Beban pajak yang lebih tinggi, harga rokok akan lebih terjangkau.
Hal ini akan mendorong peningkatan konsumsi rokok di masyarakat, termasuk perempuan, di mana Dampak yang diderita oleh perempuan dalam hal ini mencakup masalah kesehatan, sosial dan ekonomi.
Ketiga kebijakan PPN 12% pada Gen- Z sebagai basis utama advokasi dan pemerdayaan KOPRI PB PMII, akan berimplikasi dalam hal pengelolaan anggaran bulanan, pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, hiburan, dan transportasi.
Kenaikan pengeluaran ini juga mempengaruhi kemampuan untuk menabung atau investasi bagi Gen-Z kenaikan harga yang berkelanjutan dapat menyebabkan mereka merasa terjepit dalam mengatur keseimbangan antara pengeluaran sehari-hari, bulanan dan tabungan.
Dalam jangka panjang, jika pengeluaran terus meningkat tanpa dibarengi dengan penghasilan maka akan berdampak terhadap masalah keuangan, kesepian, beban pekerjaaan, trauma sosial, tinggal di lingkungan buruk, mendapatkan perlakuan diskriminasi, kekerasan, dan diskriminatif sebagai multieffect dari kebijakan PPN 12%.
Terkait isu ini PB Kopri mendorong pemerintah agar mengkaji ulang serta membatalkan kebijakan kenaikan pajak PPN 12%, karena kebijakan tersebut apabila dipaksakan akan mematikan perekonomian masyarakat kelas menengah, kelas bawah dan terutama Perempuan dan Generasi Z sebagai basis utama advokasi dan pemberdayaan Kopri PMII.
KOPRI PB PMII mendorong pemerintah agar memperketat penerapan Pajak Produksi Batubara, karena hal tersebut dapat membantu pertumbuhan perekononian nasional berupa pendapatan negara.
Itu agar dapat digunakan untuk subsidi dalam kerangka program pro-rakyat seperti mempercepat program makan bergizi gratis, pendidikan dan penelian yang melibatkan kampus dan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.
KOPRI PB PMII Juga meminta pemerintah agar memperketat Pajak Windfall Komiditas ekstraktif lainnya seperti Geogthermal dan sektor-sektor strategis lainnya sesuai Peja Jalan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dalam mendukung dan mempercepat perealisasian ekonomi hijau (green economic).
KOPRI PB PMII juga mendorong pemerintah agar memperkecil potensi kebocoran dari pajak kelapa sawit, serta pemerintah diharapkan melakukan pengkajian ulang terhadap tata kelola sektor sawit agar memberikan deviden pada pendapatan negara untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Baca Juga: Kenaikan PPN 12% Dianggap Ancaman Baru bagi Ekonomi Kaum Proletar
Baca Juga: Beras Lokal Tidak Termasuk, Inilah Jenis Beras yang Kena PPN 12% Mulai Tahun Depan
Terakhirnya, KOPRI PB PMII mendorong pemerintah agar memperkuat penerapan pajak potensi dari kebocoran pajak sektor digital, pajak karbon, dan pajak makanan dan minuman yang teregistrasi pada BPOM.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat