Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IAW Soroti Praktik Kuota Hangus, Negara Berpotensi Rugi Ratusan Triliun

        IAW Soroti Praktik Kuota Hangus, Negara Berpotensi Rugi Ratusan Triliun Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Fenomena sisa kuota internet yang otomatis hangus saat masa aktif berakhir kembali disorot sebagai isu ekonomi dan hukum serius. Praktik yang selama ini dianggap biasa ternyata berpotensi merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.

        Sekretaris dan Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menilai penghapusan kuota tanpa kompensasi kepada konsumen merupakan celah penyalahgunaan yang harus diaudit negara. Ia menyayangkan hingga kini, tidak ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap praktik yang telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun ini.

        “Pertanyaannya, ke mana uang konsumen dari kuota yang hangus? Apakah negara turut dirugikan oleh praktik ini? Mengapa puluhan tahun BPK sama sekali tidak pernah audit terkait hal ini pada Komdigi (Kominfo). Dan jika demikian, bagaimana KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri seharusnya bertindak?” kata Iskandar, Rabu (7/5/2025).

        Iskandar membandingkan sistem saat ini dengan masa lalu ketika pulsa seluler bisa diperpanjang atau dialihkan ke pengguna lain. Sekarang, kuota internet yang belum terpakai langsung hilang begitu saja tanpa catatan jelas, padahal seluruh transaksi seharusnya bisa dipantau melalui sistem digital seperti DBMS, PCRF, dan API yang terhubung langsung dengan aplikasi pelanggan.

        “Potensi penyalahgunaan muncul ketika provider tidak melaporkan sisa kuota tersebut sebagai bagian dari pendapatan, melainkan menghapusnya begitu saja tanpa akuntabilitas,” tegasnya.

        Baca Juga: Telkomsel Luncurkan Program 'JURASIK' di Sumatera, Beri Hadiah Langganan Streaming Tanpa Diundi

        Berdasarkan estimasi yang dipaparkan Iskandar, nilai kerugian dari kuota hangus sejak 2010 hingga 2024 bisa mencapai Rp613 triliun. Dalam rentang waktu itu, jumlah nomor aktif di Indonesia melonjak dari 253 juta menjadi 375 juta, dan kerugian tahunan pun naik dari Rp23 triliun menjadi Rp51 triliun.

        Menurutnya, situasi ini semakin ganjil jika dibandingkan dengan layanan lain seperti listrik prabayar atau saldo e-toll yang tidak memiliki masa kedaluwarsa. Padahal teknologi yang digunakan oleh provider cukup mumpuni untuk mencatat setiap data transaksi pengguna hingga satuan terkecil.

        “Mengapa hal ini tidak diterapkan pada sistem kuota internet? Jika saldo listrik dan e-toll dapat terakumulasi, mengapa kuota internet tidak? Ada apa? Lalu mengapa hal seperti itu bisa berlangsung sedemikian lama?” ujarnya.

        Dari sisi hukum, Iskandar mengingatkan bahwa praktik ini berpotensi melanggar berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, hingga pasal-pasal dalam KUHP.

        “Di Amerika Serikat, T-Mobile dan AT&T menerapkan kebijakan 'rollover data'. Kalau di Kanada, Fizz memungkinkan penjualan sisa kuota melalui platform internal. Lain di Singapura, IMDA mewajibkan provider untuk menyediakan dashboard sisa kuota bagi konsumen. Termasuk India, TRAI mewajibkan provider untuk mengembalikan sisa kuota sebagai pulsa atau ekstensi masa aktif,” jelas Iskandar.

        Dia menambahkan, penyedia layanan seharusnya dapat menyampaikan transparansi data kepada pelanggan secara real-time karena sistem API memungkinkan hal itu. Aplikasi seperti MyTelkomsel, XL, dan Indosat pun sudah menggunakan API serupa untuk menampilkan sisa kuota pengguna.

        "Aplikasi seperti MyTelkomsel, XL, dan Indosat menampilkan sisa kuota via API yang terhubung langsung ke sistem provider. Jadi tidak sulit untuk mencari pembuktian," katanya.

        Baca Juga: Investasi Rp2,6 Miliar, Indosat Perluas Infrastruktur Jaringan

        Sebagai contoh potensi ekonomi dari kuota yang tidak terpakai, ia menyebut beberapa perusahaan luar negeri seperti Honeygain, Grass, dan JumpTask yang berhasil memonetisasi sisa bandwidth pengguna sebagai sumber penghasilan.

        "Keberadaan perusahaan-perusahaan itu menunjukkan adanya potensi besar dari sisa kuota internet yang dapat dimonetisasi. Sisa kuota di Indonesia yang selama ini bukan tidak mungkin dapat menjadi sumber bisnis korporasi tertentu tersebut," katanya.

        IAW mengimbau agar Kominfo dan BPK segera melakukan audit digital terhadap sistem manajemen kuota, termasuk pemetaan data, penggunaan API transparan, dan forensik digital untuk mencegah manipulasi. Mereka juga mendesak lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri untuk menyelidiki potensi pelanggaran hukum dalam praktik ini.

        Baca Juga: Bernilai Ratusan Miliar, MAKI Desak KPK Usut Kredit Macet dan Dugaan Korupsi di BPD Kaltim-Kaltara

        Baca Juga: KPK Dalami Dugaan Korupsi Fasilitas Pengolahan Karet, Panggil Direktur Perusahaan Swasta

        “Negara jangan diam saat rakyatnya dipecundangi oleh korporasi jahat. Esensinya, tidak ada alasan pembenar untuk merugikan konsumen! Tindakan tegas dari KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri diperlukan untuk mengusut praktik ini,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: