Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kemenkes Disebut Bakal Lanjutkan Wacana Standardisasi Kemasan Rokok, GAPRINDO: Langgar UU Merek

        Kemenkes Disebut Bakal Lanjutkan Wacana Standardisasi Kemasan Rokok, GAPRINDO: Langgar UU Merek Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kembali mendapat respons publik terkait rencana melanjutkan wacana standardisasi kemasan rokok untuk seluruh bungkus rokok yang beredar di pasaran. Kebijakan ini dinilai pelaku industri sebagai ancaman serius terhadap keberlangsungan usaha dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

        Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa yang dimaksud bukanlah kemasan polos sepenuhnya, melainkan kemasan yang distandarkan. 

        "Jadi, mungkin yang kita pahami ya bahwa memang ada awalnya wacana untuk penerapan kemasan rokok yang polos ya. Tapi kalau kita kembali merujuk kepada PP 28 Tahun 2024 itu sebenarnya yang diharapkan itu adalah kemasan yang standar ya," ujarnya dalam program Kontroversi MetroTV beberapa waktu lalu.

        Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kembali mencuatkan perbincangan publik dengan rencana melanjutkan wacana penerapan standar kemasan rokok untuk semua produk yang beredar di pasaran. Rencana ini pun menuai kritik dari pelaku industri yang menganggapnya sebagai ancaman bagi kelangsungan bisnis serta dianggap bertentangan dengan peraturan yang ada. 

        Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak sepenuhnya menerapkan kemasan polos, melainkan lebih pada penyeragaman desain kemasan. 

        Dalam penjelasannya di program Kontroversi MetroTV, ia menyatakan bahwa meski sempat muncul wacana kemasan polos, yang dituju sebenarnya adalah kemasan standar sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. 

        "Jadi, mungkin yang kita pahami ya bahwa memang ada awalnya wacana untuk penerapan kemasan rokok yang polos ya. Tapi kalau kita kembali merujuk kepada PP 28 Tahun 2024 itu sebenarnya yang diharapkan itu adalah kemasan yang standar ya," ujarnya.

        Ia menambahkan bahwa proses penyusunan kebijakan ini akan dilakukan melalui harmonisasi dan diskusi publik. "Tapi perlu diingat juga ada kewenangan pemerintah dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat," imbuhnya.

        Baca Juga: Dinilai Bisa Ganggu Pendapatan, Kepala Daerah di Kawasan Sentra Tembakau Khawatirkan Dampak PP 28/2024

        Namun, dari sisi industri, kebijakan ini dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi mempertanyakan legitimasi Kemenkes dalam mengatur aspek kemasan di luar peringatan kesehatan. Ia menegaskan bahwa tidak ada mandat eksplisit dalam regulasi yang memberi kewenangan tersebut.

        Benny juga mengungkapkan bahwa draf awal yang diterima pelaku usaha mengarah pada kemasan polos, sementara draf terbaru yang memuat rincian standardisasi belum diterima. Ia menilai, bahkan jika hanya menyangkut warna, kebijakan ini tetap melanggar hak kekayaan intelektual.

        "Karena di dalam kemasan itu kan ada terkandung desain ataupun hak cipta. Warna itu kan hak cipta," terang Benny.

        Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang menyatakan bahwa merek dapat ditampilkan secara grafis, termasuk gambar, logo, nama, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan produk. Menurutnya, penyeragaman kemasan rokok berpotensi menghapus identitas merek yang sah secara hukum.

        Baca Juga: BNI, Kemenkes, dan Periksa.id Percepat Digitalisasi Layanan Kesehatan Mandiri Lewat Platform Satu Sehat

        Benny menekankan bahwa rokok merupakan produk legal yang diizinkan untuk diproduksi, dipasarkan, dan dijual secara bebas. Ia mengkhawatirkan bahwa jika kemasan rokok diseragamkan, konsumen akan mengalami kesulitan dalam membedakan antara satu merek dengan merek lainnya—meskipun nama produk tetap tercantum dalam ukuran kecil. 

        Lebih jauh, ia menolak analogi dengan negara seperti Malaysia dan Singapura yang telah menerapkan kebijakan kemasan standar. "Kalau kita bandingkan Indonesia dengan Malaysia dan Singapura, jauh berbeda. Kita punya kebun tembakau, kita punya kebun cengkeh, kita punya industri yang banyak," tegas Benny.

        Dia memperingatkan bahwa kebijakan ini tidak hanya berpotensi mengganggu stabilitas bisnis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip perlindungan industri dalam negeri. Dengan ekosistem pertembakauan yang terintegrasi dari hulu ke hilir, mulai dari petani, pabrik, hingga tenaga kerja, kebijakan ini dinilai dapat mengancam kedaulatan ekonomi nasional dan mata pencaharian jutaan orang yang bergantung pada industri tersebut.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: