Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Temuan Nampan Berkarat Ancam Program Makan Bergizi Gratis

        Temuan Nampan Berkarat Ancam Program Makan Bergizi Gratis Kredit Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai langkah monumental untuk meningkatkan kesehatan generasi muda Indonesia justru kini dihadapkan pada ancaman serius yang tak disangka yakni nampan logam berkarat yang diduga tidak memenuhi standar keamanan pangan.

        Ancaman ini bukan sekadar isu teknis, melainkan potensi skandal nasional yang mengancam kesehatan jutaan pelajar di Indonesia.

        Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, mengungkapkan bahwa sebagian besar nampan yang digunakan di sekolah-sekolah bukan berbahan baja tahan karat yang aman untuk makanan (food grade), melainkan dari logam KW dan besi daur ulang yang mudah berkarat.

        “Sebagian nampan di sekolah ternyata bukan logam food grade asli, melainkan bahan KW, bahkan besi daur ulang. Dalam 2–3 bulan, muncul karat. Kalau ini masuk ke makanan? Maka gizi jadi racun!” tegas Iskandar dalam keterangan resminya, Sabtu, (28/6/2025). 

        Dia menjelaskan bahwa material yang seharusnya digunakan adalah SUS 304, yakni baja tahan karat dengan kandungan minimal 8% nikel dan 18% kromium, yang aman terhadap panas dan asam, serta tidak melepaskan zat berbahaya ke makanan. Namun, banyak tray di sekolah yang justru tidak memenuhi standar tersebut.

        Hasil pantauan IAW dan laporan resmi menyebutkan bahwa banyak tray tidak mencantumkan label ASTM A240, hanya mengandung nikel di bawah 3%, bahkan dibuat dari drum bekas industri kimia. Produk-produk seperti ini banyak dijual bebas di media sosial tanpa kontrol kualitas yang memadai.

        Temuan ini juga diperkuat dengan hasil uji dari BPOM Jawa Tengah yang dilakukan di Semarang dan Boyolali pada Maret 2024. Dari 100 nampan yang diuji, sebanyak 65 tidak lolos uji logam berat, dan beberapa di antaranya mengandung timbal (Pb) melebihi batas aman serta mulai berkarat dalam dua bulan. Produk tersebut juga tidak dilengkapi QR code atau sertifikat resmi.

        Baca Juga: Konsisten dengan Narasi Besar Presiden Prabowo, Pemerintah Diminta Tidak Impor Food Tray untuk MBG

        Regulasi sebenarnya sudah mengatur ketat soal peralatan makan. UU Pangan No. 18 Tahun 2012 mewajibkan semua alat makan aman dan bebas logam berat. Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2023 membatasi kandungan timbal maksimal 0,01 mg/kg. Sementara itu, SNI ISO 8442:2017 mewajibkan komposisi logam sesuai standar internasional untuk produk SUS 304.

        Iskandar menilai bahwa pengadaan nampan di luar spesifikasi yang ditentukan bukan hanya kelalaian, melainkan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

        “Tray asli (SUS 304), ada memiliki QR code, ada nomor batch dan sertifikat ASTM A240 yang tertulis Cr 18%, Ni 8.5%, Pb < 0.01%. Tray KW tak ada dokumen, karatnya muncul dengan cepat dan dipoles mengilap tapi mudah lecet. Kalau tray yang dikirim bukan sesuai spesifikasi tender, itu jelas melanggar. Ini bisa jadi korupsi,” ujarnya.

        Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa modus pengadaan bermasalah dilakukan melalui impor dari China dan India yang menggunakan SUS 201 namun diberi label SUS 304. Selain itu, ada juga produsen lokal yang menggunakan besi bekas industri tanpa lapisan antikarat dan dijual murah. Sayangnya, pengawasan terhadap produk semacam ini sangat lemah, terutama di pelabuhan.

        Untuk mengatasi persoalan ini, IAW mengusulkan tiga solusi utama: setiap tray wajib memiliki QR code dengan informasi uji logam dan sertifikasi; sekolah perlu menggunakan alat XRF untuk menguji kandungan logam berat; serta perlu dibentuk satuan tugas gabungan antara BPOM, LKPP, dan KPK untuk mengaudit vendor dan melakukan inspeksi langsung ke produsen serta dapur sekolah.

        Baca Juga: Menuju Indonesia Emas 2045, Program MBG Diharapkan Atasi Persoalan Gizi Anak dan Kelompok Rentan

        Tak hanya itu, sekolah juga perlu diberikan pelatihan agar tidak menerima sembarang peralatan makan. Iskandar menyarankan agar modul Permendikbud No. 32 Tahun 2023 dimanfaatkan untuk edukasi guru dan siswa, termasuk penggunaan aplikasi SIPANDAI dari BPOM untuk pelaporan tray bermasalah.

        “Kalau dibiarkan bisa jadi skandal nasional. Lebih baik telat satu tahun untuk pastikan nampan aman, daripada bertahun-tahun anak-anak makan dari logam beracun. Negara harus menjamin keamanan dari setiap makanan yang diberikan secara gratis. Yang gratis itu bukan racun terselubung. Yang dikonsumsi anak-anak bukan hasil tender atau pengadaan yang curang,” tegas Iskandar.

        Iskandar juga mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam pengawasan. Sekolah harus tegas menolak tray tanpa sertifikat. Siswa didorong untuk melapor jika menemukan nampan berkarat, dan orang tua harus proaktif bertanya kepada pihak sekolah mengenai keamanan alat makan yang digunakan anak-anak mereka.

        “Aparat hukum segera bertindak. Jangan sampai food tray murahan membunuh reputasi program MBG! Karena gizi bisa jadi racun, kalau logamnya tak diawasi!” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: