- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Hadir di Indonesia Aero Summit 2025, Pertamina Patra Niaga Dorong Kolaborasi Pengembangan SAF
Kredit Foto: Ist
Dorongan menuju industri penerbangan rendah emisi terus memunculkan inovasi energi ramah lingkungan, salah satunya melalui pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF). Pertamina Patra Niaga menjadi salah satu pelopor dalam inisiatif ini, menunjukkan komitmennya terhadap transisi energi dan upaya dekarbonisasi di sektor aviasi nasional. Langkah strategis ini kembali menjadi sorotan dalam ajang Indonesia Aero Summit (IAS) 2025 yang berlangsung di Jakarta.
Forum tahunan IAS tahun ini mengangkat tema Co-Creating Indonesia's Aviation Golden Era, diselenggarakan oleh Indonesia National Air Carriers Association (INACA). Acara ini menjadi wadah penting bagi para pelaku industri penerbangan, regulator, hingga penyedia energi untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam menjawab tantangan serta memanfaatkan peluang menuju masa depan aviasi yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Dalam sesi panel bertajuk “Sustainable Aviation Development – Opportunities and Challenges”, Direktur Perencanaan & Pengembangan Bisnis Pertamina Patra Niaga, Harsono Budi Santoso, menguraikan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengembangan SAF di Indonesia. Mulai dari ketersediaan bahan baku (feedstock), proses produksi yang kompleks, hingga kesiapan infrastruktur distribusi menjadi perhatian utama yang harus ditangani agar SAF dapat diadopsi secara luas dan berkelanjutan di Indonesia.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Angkat Potensi Rasa Nusantara di Bright Gas Cooking Competition 2025
“Kami telah mengembangkan teknologi co-processing di kilang untuk memproduksi SAF, dan kini sedang memasuki fase baru dengan pengembangan katalis khusus untuk menghasilkan SAF berbasis Used Cooking Oil (UCO). Namun, tantangannya tidak sederhana. Kualitas dan spesifikasi UCO yang masuk ke kilang sangat bervariasi, berbeda dengan pengalaman kami dalam mengolah minyak mentah konvensional,” jelas Harsono.
Di sisi hilir, Harsono mengungkap, pihaknya juga memastikan kesiapan infrastruktur distribusi. Saat ini, bandara seperti Halim, Soekarno-Hatta, dan Ngurah Rai sudah disiapkan untuk mendukung penyaluran SAF kepada maskapai. Namun, untuk menjamin keberlanjutan rantai pasok dan menekan biaya produksi, diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah.
Harsono juga menekankan pentingnya regulasi yang konsisten, insentif ekonomi, serta pengaturan harga feedstock agar pelaku industri memiliki kepastian dalam membangun kilang baru khusus SAF.
“Kunci keberhasilan adopsi SAF tidak hanya terletak pada sisi produksi, tetapi juga pada bagaimana seluruh ekosistem dari penyedia feedstock, kilang, hingga maskapai dapat terhubung dalam satu rantai pasok yang solid dan efisien. Di sinilah peran regulasi dan kolaborasi lintas sektor menjadi sangat penting, agar solusi ini dapat tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Harsono.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Raih 5 Penghargaan di Ajang Contact Center World 2025
Keikutsertaan Pertamina Patra Niaga dalam IAS 2025 menunjukkan peran strategis perusahaan dalam mendukung target Net Zero Emission (NZE) 2060, sekaligus memperkuat penerapan prinsip keberlanjutan di seluruh lini bisnis.
SAF dapat digunakan secara langsung dalam rantai pasok eksisting, dikarenakan SAF merupakan drop-in fuel, yang berarti memiliki spesifikasi sama dengan Avtur konvensional, sehingga tidak memerlukan perubahan infrastruktur bandara, sistem distribusi bahan bakar hingga pesawat udara yang sudah ada. Hal ini memudahkan integrasi dan adopsi SAF dalam operasional penerbangan, mempercepat upaya dekarbonisasi sektor aviasi tanpa mengganggu kelancaran operasional.
Dengan sejumlah uji coba SAF bersama maskapai nasional dan internasional, menyiapkan infrastruktur distribusi mulai dari kilang hingga ke tangki pesawat, hingga sertifikasi ISCC CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation) yang telah dikantongi, Pertamina Patra Niaga optimis bahwa SAF akan menjadi energi masa depan yang membuka peluang baru bagi pertumbuhan hijau di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat