Kajian Deprivasi Hak Anak Multidimensi Jadi Panduan Strategis Perkuat Kebijakan
Kredit Foto: Dok. Kemen PPPA
Kajian Analisis Deprivasi Hak Anak Multidimensi yang diluncurkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS), United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan SMERU Institute menjadi panduan strategis dalam pengambilan kebijakan nasional terkait pemenuhan hak anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengatakan hasil kahian ini dapat menjadi rujukan komprehensif untuk memahami kondisi anak Indonesia dari berbagai aspek kesejahteraan dan perlindungan.
Baca Juga: Fondasi Masa Depan, DWP Kemenko Perekonomian Dukung Pendidikan Anak Usia Dini
“Kajian ini mengungkap deprivasi hak anak bersifat multidimensi dan sering kali muncul sejak masa awal kehidupan, sehingga membutuhkan intervensi yang lebih kuat pada fase pertumbuhan fisik, mental, dan sosial anak. Selain itu, hasil analisis dalam kajian ini juga menegaskan adanya ketimpangan antar wilayah, sehingga kebijakan tidak dapat bersifat seragam dan harus menyesuaikan konteks sosial-budaya setiap daerah,” ujarnya, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Rabu (19/11).
Menteri PPPA menekankan peluncuran kajian ini bukan hanya penyampaian hasil analisis, melainkan momentum untuk memperkuat aksi nyata dalam menjamin setiap anak Indonesia tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terpenuhi hak-haknya.
“Bagi Kemen PPPA, hasil kajian ini menjadi panduan strategis untuk memperkuat perumusan kebijakan dan kerja sama lintas sektor. Kami mengajak pemerintah pusat dan daerah, mitra pembangunan, akademisi, dunia usaha, serta masyarakat untuk menjadikan temuan kajian sebagai acuan dalam penargetan program dan penyusunan kebijakan berbasis data,” kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA juga menegaskan komitmennya untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal, terutama kelompok yang paling rentan. Dengan pemanfaatan data yang lebih akurat dan koordinasi yang lebih efektif, pemerintah optimistis percepatan pembangunan Indonesia yang inklusif, ramah anak, dan berkeadilan dapat tercapai.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Rachmat Pambudy menegaskan persoalan anak di Indonesia sangat kompleks, mulai dari deprivasi hak, kemiskinan multidimensi, kesehatan, hingga aspek sosial.
”Melalui kajian Multiple Overlapping Deprivation Analysis (MODA), pemerintah kini memiliki alat komprehensif untuk memetakan kemiskinan dan kerentanan anak secara lebih akurat, sehingga intervensi dapat dirancang sesuai kebutuhan di setiap fase kehidupan anak dari kesehatan, imunisasi, pendidikan, risiko putus sekolah, hingga perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Data sosial ekonomi terpadu serta pencatatan yang konsisten juga ditekankan sebagai fondasi penting agar hasil kerja perlindungan anak benar-benar terlihat dan terukur,” ujar Rachmat Pambudy.
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf yang turut hadir menilai sekolah rakyat dapat menjadi solusi strategis untuk menangani deprivasi multidimensi pada anak. Ia menyebut konsep sekolah rakyat menawarkan ruang pemulihan yang lebih holistik bagi anak.
“Upaya ini membutuhkan kerja sama dan kolaborasi lintas sektor untuk mewujudkan kesejahteraan anak serta menangani deprivasi hak mereka. Kajian deprivasi anak ini memberikan peta jalan untuk menghadapi tantangan besar sekaligus membuka peluang memperkuat kebijakan strategis perlindungan anak,” ujar Saifullah Yusuf.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya