Toba Pulp Lestari (INRU) Bantah Tuduhan Jadi Pemicu Bencana Ekologi di Sumatra
Kredit Foto: Ist
PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) menepis tuduhan yang menyebut aktivitas operasional perseroan sebagai pemicu bencana ekologi di Sumatra.
"Perseroan menolak dengan tegas tuduhan bahwa operasional Perseroan menjadi penyebab bencana ekologi. Seluruh kegiatan Perseroan telah sesuai dengan izin, peraturan, dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang," kata Direktur dan Corporate Secretary INRU, Anwar Lawden.
Ia menyampaikan bahwa pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) telah melalui serangkaian penilaian, termasuk High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS). Langkah ini dilakukan untuk memastikan setiap kegiatan sejalan dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari.
Dari total luas area mencapai 167.912 hektare, perusahaan hanya memanfaatkan sekitar 46.000 hektare untuk budidaya eucalyptus. Sementara itu, kurang lebih 48.000 hektare dialokasikan sebagai area konservasi dan kawasan lindung yang senantiasa dijaga demi mempertahankan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Baca Juga: Hadapi Gugatan Hukum, Manajemen Toba Pulp (INRU) Bilang Begini
Operasional perusahaan juga dijalankan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan terdokumentasi. Pemantauan lingkungan dilakukan secara rutin dengan melibatkan lembaga independen dan tersertifikasi, guna memastikan seluruh aktivitas tetap berada dalam koridor hukum dan standar lingkungan.
Sebagai bagian dari komitmen terhadap efisiensi sekaligus pengurangan dampak lingkungan, INRU melakukan peremajaan pabrik pada 2018 dengan memanfaatkan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Upaya ini disebut mampu menekan potensi dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.
Pengawasan dari pemerintah pun telah dilakukan secara menyeluruh. Audit oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022–2023 menyatakan INRU berstatus “TAAT” dan tidak ditemukan pelanggaran baik dari aspek lingkungan maupun sosial.
"Mengenai tuduhan deforestasi, kami tegaskan bahwa Perseroan melakukan operasional pemanenan dan penanaman kembali di dalam konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum (RKU), dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah ditetapkan pemerintah, dengan sistem tanam panen yang berkelanjutan," ujar Anwar.
Untuk menjaga kesinambungan pasokan bahan baku sekaligus meminimalkan dampak ekologis, jarak waktu antara pemanenan dan penanaman kembali dibatasi paling lama satu bulan, sesuai ketentuan dalam dokumen Amdal. "Hal ini juga kami laporkan secara berkala melalui Laporan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: