Rob Jakarta–Semarang–Surabaya Disebut Dampak Gagalnya Kebijakan Ruang
Kredit Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menegaskan bahwa banjir rob yang terus berulang di Pesisir Utara Jawa, khususnya Jakarta, Semarang, dan Surabaya, tidak semata-mata disebabkan pasang air laut.
Fenomena tersebut dinilai sebagai dampak langsung dari kegagalan kebijakan pemerintah pusat dalam penataan ruang dan mitigasi krisis iklim yang selama ini terlalu mengandalkan betonisasi, reklamasi, dan pembangunan infrastruktur besar.
Pada Desember 2025, banjir rob meluas seiring puncak fenomena pasang anomali 18,6 tahunan (highest anomaly tides) yang menyebabkan muka air laut lebih tinggi, lebih deras, dan bertahan lebih lama. Namun, WALHI menilai pasang ekstrem bukan akar persoalan utama. Rob terjadi akibat kombinasi salah urus tata ruang, hilangnya kawasan hijau pesisir, eksploitasi air tanah yang memicu penurunan muka tanah, serta tekanan krisis iklim.
Manajer Kampanye Perkotaan Berkeadilan Eksekutif Nasional WALHI Wahyu Eka Styawan menjelaskan bahwa Jakarta, Semarang, dan Surabaya menjadi wilayah paling rentan.
Ia mengatakan, dalam satu dekade terakhir, Jakarta dan Semarang tercatat berulang kali dilanda rob hingga menyebabkan kampung-kampung pesisir perlahan tenggelam. Surabaya juga menghadapi ancaman serupa yang ditandai abrasi pesisir dan semakin seringnya genangan rob di kampung nelayan sepanjang Selat Madura.
Temuan WALHI dalam sebulan terakhir menunjukkan krisis rob di kota-kota pesisir kian serius. Jakarta kembali tergenang pada awal Desember 2025 ketika puluhan RT di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu terdampak. Penurunan muka tanah membuat sebagian wilayah kini berada 1–1,5 meter di bawah permukaan laut dan melemahkan efektivitas infrastruktur pertahanan pantai.
Kondisi yang lebih mengkhawatirkan terjadi di Semarang. Laju penurunan tanah yang sangat cepat mendorong pergeseran garis pantai Semarang–Demak lebih dari lima kilometer ke arah daratan sejak akhir 1990-an. Akibatnya, rob di sejumlah kawasan tidak lagi bersifat musiman, melainkan permanen.
Surabaya menghadapi risiko serupa, terutama di kawasan industri dan pelabuhan, akibat penurunan tanah dan ketergantungan tinggi terhadap air tanah, yang memperbesar potensi rob ketika muka laut sedikit melampaui pasang normal.
Baca Juga: Walhi Tantang Pernyataan Bobby Nasution soal Banjir Sumut: Ini Fakta Sebenarnya
Pemerintah pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) merekomendasikan percepatan pembangunan infrastruktur untuk mengatasi rob di Pantai Utara Jawa. Rekomendasi tersebut meliputi pembangunan tanggul, sistem drainase terpadu, normalisasi sungai, serta dukungan terhadap rencana pembangunan giant sea wall.
Menanggapi hal tersebut, Wahyu menilai pendekatan yang ditempuh pemerintah belum menyentuh akar persoalan.
“Rekomendasi pemerintah pusat terkait percepatan pembangunan tanggul, normalisasi sungai, dan giant sea wall tidak menyentuh akar persoalan. Krisis rob menunjukkan gagalnya kebijakan tata ruang yang tidak berbasis daya dukung dan daya tampung lingkungan. PERDA RTRW Jakarta, Semarang, dan Surabaya juga belum secara memadai membahas rob sebagai persoalan struktural akibat penurunan tanah dan pembangunan masif,” jelas Wahyu.
Karena itu, WALHI mendesak pemerintah pusat segera mengevaluasi kebijakan penataan ruang, termasuk dampak Undang-Undang Cipta Kerja yang mendorong sentralisasi tata ruang. Revisi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) diminta menitikberatkan pada perlindungan dan pemulihan kawasan pesisir, pengendalian pemanfaatan air tanah secara ketat, penghentian pembangunan yang memperparah penurunan muka tanah, serta pemulihan ekosistem pesisir.
Baca Juga: WALHI di COP30: Negara Diambil Alih Korporasi, Kebijakan Iklim Harus Kembali ke Rakyat
WALHI juga menegaskan perlunya menghentikan proyek giant sea wall dan reklamasi yang dinilai berisiko memperburuk kondisi pesisir alih-alih menjadi solusi kenaikan muka air laut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: