UMP Jabar 2026 Naik Tipis, Dedi Mulyadi Ambil Jalan Tengah Antara Buruh dan Dunia Usaha
Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali dihadapkan pada dilema klasik dalam penetapan upah minimum dengan tuntutan kenaikan signifikan dari pekerja di satu sisi, dan kekhawatiran dunia usaha terhadap iklim investasi di sisi lain.
Di tengah tarik-menarik kepentingan itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akhirnya menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat 2026 dengan kenaikan moderat.
Dedi secara resmi mengumumkan UMP Jawa Barat tahun 2026 sebesar Rp 2.317.601, atau naik 0,7 persen dibandingkan tahun 2025. Sementara itu, Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) ditetapkan sebesar Rp 2.339.985, mengalami kenaikan 0,9 persen dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Dukung Moratorium Hutan, LSI: Kepemimpinan Hijau ala Dedi Mulyadi Patut Dicontoh Kepala Daerah Lain
Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Dedi Mulyadi di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (24/12/2025).
Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak hanya mencakup UMP provinsi, tetapi juga upah minimum sektoral, serta upah minimum kabupaten dan kota di seluruh wilayah Jawa Barat.
“Kami sudah memutuskan mengenai upah minimum provinsi, upah minimum sektoral untuk provinsi, upah minimum untuk kota dan kabupaten, maupun upah minimum sektoral kabupaten-kota,” ujar Dedi.
Menurut Dedi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memilih untuk mengikuti seluruh usulan yang diajukan oleh pemerintah kabupaten dan kota, baik untuk upah minimum daerah maupun upah sektoralnya. Setelah penetapan ini, dokumen resmi akan ditandatangani dan disebarluaskan ke seluruh daerah di Jawa Barat.
Ia menambahkan, penetapan upah sektoral tetap mengacu pada peraturan pemerintah, dengan pembagian kelompok sektoral yang disesuaikan secara teknis. Proses administrasi dan penjelasan teknis lanjutan akan disampaikan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Jawa Barat.
Dedi menilai keputusan kenaikan upah ini merupakan jalan tengah yang harus diambil pemerintah. Di satu sisi, aspirasi buruh dan pekerja tetap diakomodasi. Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan dunia usaha juga harus dijaga.
“Kalau dalam pandangan saya ini ideal. Tapi kalau dalam pandangan pengusaha pasti dianggap terlalu mahal, dan dalam pandangan pekerja pasti dianggap terlalu murah. Itu hal yang biasa. Pemerintah memang harus berada di tengah,” ungkapnya.
Dedi juga menyoroti tingginya disparitas upah antar kabupaten dan kota di Jawa Barat. Hal tersebut terjadi karena masing-masing daerah mengajukan besaran upah berdasarkan kondisi dan kesepakatan lokal, sementara UMP bersifat umum sebagai payung kebijakan provinsi.
Baca Juga: Berpotensi Diabaikan, Ahli Soroti Kelemahan Surat Edaran Larangan Truk AMDK Sumbu Tiga di Jabar
Ia menyebut Kabupaten Bekasi masih menjadi daerah dengan upah minimum tertinggi di Jawa Barat, sebuah konsekuensi dari karakter industri dan kesepakatan lokal yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dedi berharap kebijakan upah ini dapat mendorong pemerataan investasi, tidak hanya terpusat di satu daerah, tetapi menyebar ke berbagai kawasan industri di Jawa Barat. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap tercipta keseimbangan antara perlindungan pekerja, daya saing usaha, dan stabilitas iklim investasi, di tengah tantangan ekonomi yang terus berkembang.
“Harapannya investasi tidak menumpuk di satu kabupaten saja, tapi menyebar ke berbagai daerah sesuai peruntukan kawasan industri,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: