Perkembangan financial technology (fintech) mulai mendapat perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk mengawasi perkembangan jenis usaha sektor jasa keuangan yang berbasis teknologi informasi tersebut, OJK mengeluarkan Peraturan OJK yang akan dikeluarkan sebelum akhir tahun 2016 ini.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan perkembangan industri keuangan yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi tidak dapat dicegah lagi. Kehadiran teknologi tersebut, menurutnya, bukan sebagai pengganggu industri keuangan, tapi sebagai pendukung.
"OJK menganggap ini penting karena kegiatan menjadi lebih efisien, cepat, dan akses lebih mudah," katanya di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Satu hal yang penting, lanjut Rahmat, selain meningkatkan efisiensi, OJK juga mempunyai program yang lebih besar meningkatkan financial inclusion (inklusi finansial). Artinya, OJK bersama dengan pelaku industri jasa keuangan membuat instrumen keuangan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tinggal di daerah terpencil atau unbankable menjadi bankable.
"Pada akhirnya mereka bisa mengakses jasa bank," jelas Rahmat.
Melalui teknologi TI, OJK bersama dengan perbankan menyediakan instrumen yang pas dan akses agar setiap orang yang tinggal di pedesaan yang unbankable dapat mengakses bank melalui TI yang disediakan pelaku pasar.
Berkaitan dengan Peraturan OJK dalam industri fintech, lanjut Rahmat, ada lima pilar untuk mendukung inklusi. Lima pilar tersebut adalah, yang tergabung dalam Fintech 2.0 Digital LJK atau digital banking, yakni perbankan dengan fasilitas E-Banking, Laku Pandai, digital branch, dan banking anywhere. Kemudian pasar modal dengan fasilitas E-Stocks Bonds Mutual Funds Trading. Dan Industri Keuangan Bukan Bank, seperti E-Gadai, E-LKM, E-Penjaminan, dan E-Asuransi.
Pilar keempat dan kelima masuk dalam kategori Fintech 3.0-3.5 Start Up Companies. Di kelompok ini koperasi yang diatur oleh UU Perkoperasian dan bursa berjangka yang diatur oleh UU Perdagangan Berjangka dan menggunakan fasilitas E-Pasar Buy/Sell Futures Comodity.
Selain lima pilar tersebut ada lagi aktivitas loan based crowdfunding (P2P Lending) yang diatur dengan KUH Perdata. Kemudian pembayaran dan uang elektronik seperti APMK, E-Money, Telco Money, Blockchain, dan NPG.
"Untuk pembayaran dan uang elektronik ini diatur oleh Bank Indonesia," jelasnya.
Menurut Rahmat, ada dua isu besar dikeluarkannya Peraturan OJK ini, yakni perlindungan konsumen atas potensi risiko kehilangan dana dan kehilangan data serta kepentingan nasional dalam mendukung UU anti pencurian uang dan pendanaan terorisme. Untuk itu, semua fintech harus memperhatikan semua itu dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Untuk kepentingan nasional, dalam rangka menjaga transaksi elektronik, OJK memberlakukan tanda tangan digital untuk keabsahan dokumen. Dalam hal ini OJK akan bekerjasama dengan Lementerian Komunikasi dan Informatika.
Dalam hal ini OJK bertindak sebagai Certificate Authority (CA). Sertifikat untuk digital signature itu akan diberlakukan ke pihak-pihak yang melakukan transaksi dalam bentuk digital. Seperti Perbankan, Perusahaan Asuransi dan semua perusahaan jasa keuangan yang melakukan transaksi dalam bentuk digital.
Selain itu, OJK juga mengharapkan adanya pemeliharaan penggunaan data base server di dalam negeri. Seperti diatur dalam PP No 82 Tahun 2016, tentang data center. Fasilitas data center yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan bank atau bukan bank nantinya harus menempatkan server di dalam negeri.
"Ini bertujuan agar otoritas mudah melakukan pengawasan," jelas Rahmat.
husus bagi Fintech di kelompok 3.0 yang banyak diisi oleh fintech pemula, regulasi akan dibuat sedikit berbeda. Pendekatannya adalah regulatory sandbox, yang intinya OJK selalu menjalin komunikasi dengan para pelaku baru, agar bagaimana yang dilakukan selalu aman. Para pelaku fintech pemula juga diminta untuk register.
Kemudian akan membuat inovation hub, sebagai pusat pengembangan inovasi fintech. Tempat ini juga dapat menjadi sebagai incubator agar pelaku fintech berkembang dengan baik. Dalam hal ini OJK dilibatkan dalam komite atau tim untuk mengimplementasikan standar pengawasan data. Sebagai pusat pelaporan insiden keamanan informasi.
"Semua aturan akan keluar sebelum akhir tahun, tapi untuk CA mungkin baru bisa di awal tahun," tutup Rahmat memastikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement