Pegang Kendali Penuh Aset Kripto, OJK Tak Berniat Lucuti Esensi Desentralisasi
Pada 10 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengambil alih pengawasan aset kripto, menyusul pengalihan tugas dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Meskipun keputusan ini membawa perubahan signifikan dalam pengaturan dan pengawasan, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menegaskan bahwa kehadiran OJK bukan untuk menghilangkan esensi desentralisasi kripto yang berbasis pada teknologi blockchain. Sebaliknya, OJK bertujuan untuk memastikan bahwa ekosistem kripto beroperasi dengan aman, adil, dan efisien.
Desentralisasi adalah salah satu nilai inti dari kripto, yang memungkinkan transaksi tanpa melibatkan lembaga pengawas atau pihak ketiga. Namun, dengan potensi risiko yang besar, mulai dari kejahatan digital hingga manipulasi pasar, OJK hadir untuk mengurangi dampak negatif tersebut.
Hasan menegaskan bahwa, meskipun kripto dibangun di atas prinsip desentralisasi, pengawasan yang dilakukan oleh OJK bertujuan untuk menjaga keamanan serta melindungi konsumen dan seluruh pihak yang terlibat dalam transaksi. "Kami berharap kehadiran OJK tidak mengurangi esensi desentralisasi tersebut, tetapi justru memberikan kepastian hukum dan menciptakan ekosistem yang lebih aman dan terintegrasi," ujar Hasan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Baca Juga: Kripto Bakal Diperlakukan Seperti Pasar Modal? OJK Berikan Penjelasan Lengkap
Perubahan pengawasan ini sejalan dengan perubahan status aset kripto di Indonesia, yang sebelumnya dikategorikan sebagai komoditas di bawah Kementerian Perdagangan, kini beralih menjadi instrumen dan aset keuangan yang diawasi oleh OJK. Ini membawa dampak langsung pada pendekatan pengaturan dan pengawasan yang lebih luas, mencakup lebih dari sekadar perdagangan aset kripto. "Pengawasan OJK akan melibatkan berbagai aspek, seperti pengembangan produk, penawaran, pengelolaan risiko, tata kelola, serta integrasi dengan sektor keuangan lainnya," lanjut Hasan.
Salah satu fokus utama OJK adalah meningkatkan perlindungan konsumen. OJK, sebagai lembaga pengatur sektor keuangan, memiliki mandat untuk memastikan bahwa semua kegiatan yang melibatkan aset kripto dilakukan secara transparan, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang mendukung stabilitas sistem keuangan. Dengan demikian, tujuan pengawasan ini tidak hanya untuk mengurangi potensi risiko, tetapi juga untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap industri kripto. "Dengan pengawasan yang lebih komprehensif, kami berharap industri ini bisa tumbuh secara berkelanjutan dan tetap aman bagi masyarakat," tegas Hasan.
Meski demikian, tantangan besar tetap dihadapi dalam proses transisi ini. Aset kripto dikenal karena dinamika dan karakteristiknya yang terus berkembang dengan cepat, dan ini menuntut OJK untuk secara berkelanjutan menyesuaikan pengaturannya. "Industri kripto terus berubah, dan pengawasan yang efektif harus mampu mengikuti perkembangan ini. Kami juga menghadapi tantangan dalam menjaga ketahanan sistem terhadap ancaman siber dan kejahatan digital yang semakin canggih," ungkapnya.
Baca Juga: Kripto Resmi di Bawah OJK, Dari Komoditas Menjadi Aset Keuangan!
Dalam hal ini, OJK juga berkomitmen untuk meningkatkan koordinasi dengan berbagai lembaga terkait, baik di dalam maupun luar sektor keuangan. Melalui peraturan yang telah diterbitkan, yakni Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024, OJK mewajibkan pengungkapan informasi yang transparan bagi pedagang aset kripto. Pedagang juga harus memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada konsumen adalah akurat dan mudah dipahami. "Kami mengharapkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam perdagangan aset kripto dapat menjalankan kewajiban transparansi ini dengan penuh tanggung jawab," tegas Hasan.
Salah satu hal yang perlu dicermati adalah perbedaan antara kripto yang berbasis proyek dan yang tidak. Untuk kripto yang memiliki dasar proyek, seperti yang berbasis pada utilitas tertentu atau didukung oleh aset lainnya, OJK mengatur agar setiap transaksi memenuhi standar yang jelas, termasuk keterbukaan informasi mengenai latar belakang penerbit. Di sisi lain, OJK juga menekankan pengawasan yang lebih ketat terhadap kripto yang tidak memiliki dasar proyek, seperti Bitcoin, yang cenderung lebih rentan terhadap spekulasi dan manipulasi pasar.
OJK juga berupaya untuk mengoptimalkan peran bursa kripto dalam memastikan transparansi dan integritas pasar. Bursa kripto, menurut Peraturan OJK, akan bertanggung jawab untuk mengelola daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan serta memantau transaksinya. Dengan adanya pengawasan ini, OJK berharap bahwa industri kripto dapat berkembang secara lebih teratur dan aman.
Proses transisi ini akan berlangsung selama dua tahun, hingga 2027, dan selama periode ini, Bappebti, OJK, dan Bank Indonesia (BI) akan terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa pengawasan terhadap aset kripto berjalan dengan efektif. Hasan menambahkan, "Kami berharap pengawasan yang lebih terintegrasi ini dapat menciptakan industri kripto yang lebih aman, berkelanjutan, dan berdaya saing di masa depan."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement