Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waduh, Otonomi Daerah Ternyata Hambat Swasembada Pangan

Waduh, Otonomi Daerah Ternyata Hambat Swasembada Pangan Kredit Foto: Andi Aliev
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir mengatakan bahwa aturan otonomi daerah menghambat terwujudnya swasembada pangan nasional.

"Dulu pernah kita alami swasembada pangan, karena semua perhatian terpusat dari pemerintah, sehingga terpantau satu komando, sekarang otonomi daerah membuat kebijakan serta pengawasan pangan dilakukan masing-masing daerah bisa berbeda," kata Winarno ketika berdiskusi di Jakarta Barat, Senin malam (21/11/2016).

Ia mencontohkan bahwa ketika penyebaran pupuk kala itu diatur oleh pemerintah saat tahun 1980-an melalui kontrol pusat yang menentukan hasilnya, sehingga pemerintah bertanggung jawab atas distribusi tersebut.

Sekarang, bibit dan pupuknya saja bisa berbeda-beda tiap daerah, serta targetnya berbeda-beda, hal itu yang menyebabkan tidak terwujudnya swasembada pangan, khususnya hasil panen nonberas.

Menurut data yang dinyatakan oleh KTNA, kebutuhan jagung pada tahun 2017 adalah 17.280.958 ton dan jumlah produksi adalah 25.200.000 ton sehingga mengalami surplus 4.139.042 ton, dengan ekspor 600.000 ton.

"Masyarakat itu harus dipaksa, agar terbiasa, sehingga kendala ketimpangan kepahaman terkait Sumber Daya Manusia tidak bisa dijadikan alasan," katanya.

Ia juga menyarankan agar adanya Peraturan Presiden yang mengatur tentang regulasi produksi jagung atau pangan lainnya, sehingga ketika harga jagung jatuh, maka pemerintah harus beli melalui Bulog. Sehingga stabilitas harga mudah dikendalikan serta petani juga aman.

Saran lainnya adalah dibentuknya pola kemitraan antara pemangku kepentingan produksi jagung, sehingga petani cukup fokus pada produksi serta perawatan kualitas tanaman, tidak perlu memusingkan urusan kredit modal, bibit bagus, calon pembeli, dan perlengkapan lainnya. Karena semua hal tersebut sudah diatur oleh mitra lainnya.

Hal tersebut akan lebih mudah ditingkatkan efisiensinya apabila didukung dengan sistem distribusi yang mencukupi salah satunya tol laut. Transportasi dengan menggunakan tol laut bisa menghemat biaya distribusi bahan makanan pokok sebesar lebih dari 50 persen.

Namun ia juga mengatakan bahwa hal tersebut bisa terjadi jika infrastruktur sudah memadai, seperti pelayanan yang mudah serta baik di pelabuhan daerah.

Mekanisme distribusi biasanya dilakukan dari daerah yang mengalami surplus komoditi bahan makanan pokok ke daerah yang kekurangan, contoh jagung. Kemudian ketika kapal tersebut berbalik arah, daerah lain yang dilewati jalur kapal serta surplus juga mengirimkan ke daerah tujuan balik yang membutuhkan komoditi tertentu. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: