Kebijakan Trump Tolak 'Satu China' Bikin Resah Perusahaan AS
Keputusan Presiden terpilih Amerika Serikat? Donald Trump yang menolak melanjutkan kebijakan 'Satu China' dikeluhkan oleh dunia usaha AS. Mereka khawatir bisnis mereka akan terpengaruh oleh friksi yang meningkat antara dua negara tersebut akibat tindakan kontroversial Trump.
Trump mengindikasikan kemungkinan untuk mengakhiri kebijakan 'Satu China' yang telah diberlakukan AS sejak 1979. Dibawah kebijakan tersebut, AS memiliki hubungan resmi dengan China ketimbang Taiwan, yang dianggap menginginkan kemerdekaan dari China.
Tindakan Trump yang memutuskan untuk menerima panggilan telepon dari Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, telah memicu kemarahan China. Pembicaraan Trump dan Tsai membuat Beijing menyampaikan protes resmi kepada pemerintah AS.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh empat perusahaan industri raksasa AS yang memiliki bisnis besar di China. Pasalnya, selama ini mereka telah memperoleh keuntungan yang besar dari hubungan kedua negara yang relatif baik. Bahkan, China juga baru saja melongarkan aturan bisnis bagi perusahaan AS.
?Kebijakan Trump jelas telah mengusik kedaulatan China. Bukan tak mungkin iklim yang sehat antara kedua negara akan mulai rusak setelah kebijakan AS terbaru ini,? kata An Fengshan, juru bicara Kantor Urusan Taiwan dari Pemerintah China.
Data Pemerintah AS menunjukkan lebih dari 30 negara bagian AS memiliki nilai perdagangan dan bisnis masing-masing mencapai US$ 1miliar. Selain itu, pada tahun ini aktivitas bisnis perusahaan AS di China juga telah mencapai US$500 miliar.
Industri otomotif di Detroit dan teknologi di Sillicon Valley disebut selama ini telah menggantungkan laba dan pendapatannya dari pasar China.
General Motors, Starbuck, Apple, dan Wal-Mart Stores Inc. menjadi beberapa perusahaan yang menggatungkan hampir separuh laba globalnya dari Negeri Tirai Bambu tersebut.
Adapun, salah satu kebijakan China kepada AS pada 2011, dengan menerapkan startegi?dumping?akibat perselisahan yang meningkat pada tahun itu, telah melukai ekonomi AS. Raksasa otomotif dan peralatan olahraga AS menjadi yang paling terpukul oleh sikap China tersebut.
Namun, kebijakan Trump itu diperkirakan akan memiliki dampak yang lebih besar. Berdasarkan data dari General Motors Co. (GM), 9,96 juta unit kendaraan telah dikirim ke China pada 2015. Keuntungan perusahaan atas operasinya di China, termasuk usaha patungan dengan perusahaan lokal, telah menyumbang lebih dari 20 persen laba bersih GM pada tahun lalu.
Selain itu, 16 persen laba kotor global Ford Motor Co disumbang dari pasar di negara ekonomi terbesar kedua dunia tersebut pada 2015. Wal-Mart Stores Inc juga tercatat memiliki 432 toko di China, sedangkan Starbucks memiliki lebih dari 2.500 toko di negara tersebut. Konflik AS dan China itu tentu saja akan membuat ambisi CEO Starbucks Howard Schultz menjadikan negara itu sebagai pusat pertumbuhan laba baru terhalang. Sebelumnya, dia memperkirakan pasar China akan lebih besar dari AS dalam beberapa tahun ke depan.
Rencana Boeing Co. untuk membangun pabrik di China juga berpotensi gagal. Padahal, pabrik tersebut disiapkan untuk memenuhi kebutuhan sejumlah maskapai di Beijing yang diperkirakan akan mencapai 6.800 pesawat baru dengan nilai mencapai US$1 triliun.
?AS dan Cina sebenarnya memiliki hubungan simbiosis mutualisme, kita membutuhkan satu sama lain dan melakukan yang terbaik ketika kita tumbuh bersama,? kata Susan Aaronson, seorang profesor di Universitas George Washington.
Biro Sensus AS mencatat total nilai perdagangan AS dengan China mencapai US$ 599 miliar pada 2015. Di mana US$ 116 miliar merupakan aktivitas ekspor ke China dari produsen AS, sementara US$ 483 miliar sisanya merupakan impor AS dari produsen China.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gregor Samsa
Editor: Rahmat Patutie
Tag Terkait:
Advertisement