Hanya 52% Perusahaan yang Merasa Harus Siapkan Diri atas Serangan Siber
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Kaspersky Lab? merilis hasil survei yang menyebutkan bahwa hanya 52% dari perusahaan yang setuju bahwa mereka harus lebih siap dalam menghadapi insiden keamanan siber yang tak terelakkan.
Survei yang dirilis Kaspersky mengungkapkan bahwa terdapat pandangan yang bervariasi mengenai status perlindungan dan langkah-langkah mitigasi strategi sehingga mengekspos kelemahan serta kerentanan perusahaan kepada berbagai ancaman yang ada dan mulai bermunculan.
"Permasalahan datang bukan hanya dari kecanggihan serangan, namun perkembangan serangan pada permukaan yang sebenarnya memerlukan perlindungan berlapis. Hal ini juga menjadikan segala sesuatunya lebih rumit bagi departemen keamanan TI yang harus mengatasi tambahan kerentanan untuk mereka tangani," kata Veniamin Levtsov, Vice President, Enterprise Business di Kaspersky Lab.
Saat ini perusahaan menghadapi banyak ancaman siber dalam berbagai bentuk dan dalam 12 bulan terakhir 43% perusahaan mengalami kehilangan data sebagai akibat aksi peretasan. Untuk perusahaan skala besar, satu dari lima atau setara 20% melaporkan empat bahkan lebih aksi peretasan data-data selama periode tersebut.
Adapun, ancaman utama ini banyak bermunculan di sektor bisnis. Sebanyak 49% perusahaan mengalami serangan yang ditargetkan dan 50% mengalami insiden yang melibatkan ransomware, yang berakibat 20% di antaranya mengalami data-data mereka disandera. Ancaman serius lainnya, yang dipaparkan oleh survei, adalah kecerobohan karyawan: vektor ini berkontribusi pada insiden keamanan di 48% dari perusahaan.
Sementara itu, tiga ancaman yang paling sulit untuk dikelola meliputi, berbagi data secara tidak aman melalui perangkat mobile sebanyak 54%, kehilangan bentuk fisik hardware yang menyebabkan tereksposnya informasi sensitif sebanyak 53%, dan penggunaan sumber daya TI yang tidak proporsional oleh karyawan sebanyak 50%.
Hal ini diikuti munculnya permasalahan lain seperti keamanan dari layanan cloud pihak ketiga, ancaman IoT, dan masalah keamanan yang berkaitan dengan outsourcing infrastruktur teknologi informasi.
Perbedaan antara persepsi dan realitas mengisyaratkan perlunya strategi keamanan yang tidak hanya bergerak pada tindakan pencegahan, namun berupa aksi yang lebih daripada hal itu, dalam konteks yang lebih luas, hal ini berupa teknologi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Teti Purwanti
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement