Perjalanan Designer Cilik Indonesia yang mendunia, Raffi Ridwan, boleh dibilang tak lepas dari dukungan ibu yang sekaligus menjadi manajernya. Bagaimana Shinta Ayu Handayani membimbing Raffi Ridwan yang kita tahu seorang tuna rungu itu? Berikut penuturan Ibunda Raffi Ridwan.
Sebagai seorang ibu, Shinta Ayu Handayani sadar akan kekurangan anaknya. Tapi ia berusaha tidak membatasi aktivitas Raffi, tapi justru memberikan kesempatan untuk mencoba banyak hal. Keterbatasannya dalam pendengaran Raffi memiliki kelebihan dalam goresan tangan untuk membantu komunikasi.
Raffi memiliki dua orang adi yang semuanya tumbuh normal tidak memiliki kebutuhan khusus seperti kakaknya. Tapi memiliki passion yang berbeda, tidak seperti Raffi, dua adiknya masing-masing memiliki gairah dalam hal entertainment dan suka bergaya. Menurut Shinta bakat dua adiknya tersebut dapat mendukung bakat kakaknya.
?Setiap anak berbeda-beda, bakat mereka bukan diajarkan, tapi saya berusaha untuk memfasilitasi, bukan membatasi,? ujar Shinta.
Tantangan utama dalam membesarkan anak-anaknya, terutama Raffi, lanjut Shinta, adalah bagaimana meningkatkan kepercayaan diri terutama diri sendiri. Setiap orang tua tentunya memiliki mimpi agar anaknya berhasil. Berikutnya membuat Raffi percaya diri, itu dilakukan dengan memberikan motivasi dari apa yang dilakukan oleh anaknya tersebut.
Dalam hal merencanakan keuangan, menurut Shinta, adalah bagaimana memprioritaskan sesuatu sesuai dengan kebutuhan dan urgensitas. Prioritas itu bukan hanya dalam hal pendidikan, tapi juga bagaimana memantenance kesehatan.
Kebutuhan setiap orang dan keluarga, menurut Shinta skala prioritas itu berbeda-beda. Jadi bagaimana ke depan tidak hanya menabung, tapi juga mempersiapkan kebutuhan untuk kelangsungan hidup di masa depan. "Dari sekarang membiasakan menabung dan sedikit investasi," ujar Shinta.
Berkaitan dengan resiko, sesuai pengalaman Shinta, sebagai ibu rumah tangga, menurutnya dia termasuk orang yang sangat mobile, mengantar anak ke sekolah dan suami berangkat kerja, hingga mengurus anak-anak di rumah. Hal itu membuat waktu istirahat tidak banyak, karena tak punya waktu untuk memasak membuat dia sering membeli makanan di luar.
Untuk memperkecil resiko tersebut, Shinta berusaha semaksimal mungkin tidak besar pasak dari pada tiang. Pengeluaran harus sesuai dengan kebutuhan, hingga akhirnya ada dana lebih banyak untuk menabung. Dan yang paling penting, jangan memaksakan untuk sesuatu dengan tingkat urgensitas yang rendah.
Bagi Shinta, di keluarganya saat ini pendidikan menjadi prioritas kebutuhan. Karena biaya pendidikan saat ini sangat tinggi dan setiap tahun selalu naik. Kalau hanya menabung terus menerus dengan bunya yang kecil, bisa jadi tidak bisa mengcover sesuatu yang mungkin tidak mampu dipenuhi hanya dengan tabungan. "Harapannya kalaupun sampai sudah tidak ada masih bisa untuk nabungin," kata Shinta.
Untuk kesehatan, lanjut Shinta juga membutuhkan biaya yang tinggi. Terutama untuk anaknya Raffi yang memiliki kebutuhan lebih, ia sangat berharap nanti kalau orang tua sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut, tetap ada yang bisa mengcover.
?Dalam jangka waktu 10 tahun suamisaya akan pensiun, sehingga saya menginginkan sesuatu yang ekonomis dan membantu dalam mengelola keuangan,? ujar Shinta.
Sementara itu, Nina Ong, Direktur AXA Financial Indonesia, mengatakan AXA Financial Indonesia hadir sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Kebutuhan seperti yang dikemukakan oleh Shinta dapat dipenuhi oleh AXA Financial Indonesia.
Mengawali tahun 2017 ini, AXA Financial Indonesia meluncurkan program rencanakan lebih, yang berguna untuk memberikan mengolah resiko kehidupan dan merencanakan kehidupan di masa depan. Latar belakang dikeluarkannya program tersebut, menurut Nina, sesuai dengan masyarakat modern yang dinamis, seperti di kota-kota besar Jakarta.
Menurutnya, Nina masyarakat modern saat ini memiliki risiko kehidupannya semakin tinggi. Laporan WHO yang dilansir baru-baru ini menyebutkan bahwa dari 56,4 juta kematian di seluruh dunia di tahun 2015, 54% adalah dikontribusikan oleh 10 penyebab utama dan hampir seluruhnya adalah karena penyakit kritis.
Sedangkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia meningkat. Beberapa penyakit tersebut antara lain Stroke (8.3% per 1000 di 2007 vs 12.1% per 1000 di 2013), Diabetes (1.1% per 1000 di 2007 vs 2.1%% per 1000 di 2013), dan Hipertensi (7.6% per 1000 di 2007 vs 9.5% per 1000 di 2013).
Untuk itu AXA ingin mendorong peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia terutama kaum perempuan untuk dapat melindungi diri dan keluarganya serta merencanakan keuangannya dengan lebih cerdas dan bijak.
?Untuk itu kami persembahkan solusi produk untuk menjawab kebutuhan ini. Disamping itu, AXA melengkapinya dengan tools digital yaitu Teropong Masa Depan yang dapat diakses di www.axa.co.id/rencanakanlebih? tambah Nina, dalam acara peluncuran program rencanakan lebih di Jakarta, Senin (6/2/2017).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement