Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

6 Perbedaan Karakteristik Kewirausahaan Indonesia Dibanding AS

6 Perbedaan Karakteristik Kewirausahaan Indonesia Dibanding AS Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Amerika Serikat sebagai negara maju memiliki perbedaan karakteristik budaya kewirausahaan dibandingkan dengan negara Indonesia. Berdasarkan dimensi budaya Geert Hofstede terdapat enam perbedaan karakteristik budaya kewirausahaan, yaitu

1. Power Distance

Masyarakat Indonesia cenderung memiliki power distance yang tinggi yakni sebesar 78, sedangkan masyarakat Amerika Serikat cenderung memiliki power distance yang rendah yakni sebesar 40. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat ketidaksamaan kuasa (power) antara pemimpin dan pengikutnya.

Kepatuhan pengikut seringkali menjadi hal yang diutamakan oleh pemimpin. Akibatnya, kesenjangan antara si kaya dan si miskin dianggap sebagai hal yang natural.

2. Individualism

Tingkat individualisme di Indonesia sangat rendah yakni sebesar 14 poin, khususnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai angka 91 poin. Hal ini menjadi peluang bagi berkembangnya social entrepreneurship di Indonesia, terutama melalui lembaga semacam koperasi atau selfhelp group (komunitas swadaya masyarakat) yang mengutamakan semangat kebersamaan antar-anggota, yaitu patungan modal bersama, bekerja bersama, dan sejahtera bersama.

3. Masculinity

Dalam hal masculinity, masyarakat Indonesia lebih rendah daripada Amerika Serikat. Aspek budaya ini mengacu pada tingkat kompetisi, orientasi terhadap prestasi, dan keberhasilan, yang ditentukan oleh kesuksesan menjadi pemenang atau yang terbaik di lapangan.

Sistem nilai seperti ini dimulai di sekolah dan berlanjut hingga seseorang masuk ke sebuah organisasi. Hal ini secara langsung menunjukkan masyarakat Indonesia tidak terlalu suka berkompetisi dan cenderung peduli pada kondisi orang lain.

4. Uncertainty Avoidance

Budaya ini merefleksikan masyarakat Indonesia yang secara umum tidak menyukai risiko dan cenderung menghindari masalah atau konflik.

5. Long Term Orientation

Skor tinggi di Indonesia (yaitu 62) menunjukkan Indonesia memiliki budaya pragmatis berupa pendambaan kondisi kehidupan yang terjamin dalam jangka panjang, misalnya menjadi pegawai negeri sipil.

6. Indulgence

Skor 38 dalam dimensi ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki budaya menahan diri. Masyarakat dengan skor rendah dalam dimensi ini memiliki kecenderungan untuk bersifat sinis dan pesimistis. Berbeda dengan masyarakat yang senang memanjakan dirinya, masyarakat Indonesia kurang memberi penekanan pada pemanfaatan waktu luang untuk memanjakan dirinya, dan cenderung mengontrol pemuasan keinginannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ning Rahayu
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: