Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

GAPMMI Tegaskan susu Kental Manis Layak Dikonsumsi

GAPMMI Tegaskan susu Kental Manis Layak Dikonsumsi Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -
Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyatakan susu kental manis merupakan produk yang aman dikonsumsi. Ketua Umum GAPMMI Adhi S. Lukman menyatakan, susu kental manis merupakan produk yang sudah diakui pemerintah sebagai produk yang layak dikonsumsi.?
?Jadi susu kental manis itu aman untuk dikonsumsi anak-anak,? ujar Adhi saat dihubungi, beberapa waktu lalu.
Pernyataan Adhi ini menanggapi wacana yang menginginkan pemerintah membatasi iklan susu kental manis di masyarakat karena dianggap produk ini tidak termasuk susu. Padahal, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Kategori Pangan sudah secara tegas menyebutkan bahwa susu kental manis termasuk produk susu.
Menurut Adhi, selain dari BPOM, keberadaan susu kental manis juga sudah melalui proses penilaian oleh Kementerian Kesehatan. Karena itu, dia tidak melihat ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan dari konsumsi susu tersebut. ?Bahwa susu kental manis mengandung gula memang benar, tapi kan minumnya dicampur air jadi tetap bisa dikonsumsi secara proporsional,? kata Adhi.
Jika dikelompoknya berdasarkan jenisnya, susu kental manis memang berbeda dengan jenis susu lain seperti susu bubuk maupun susu cair. Namun, Adhi menegaskan bahwa secara klasifikasi produk, susu kental manis tetap merupakan produk susu yang mengandung nutrisi seperti protein dan lemak yang wajar. ?Dalam usia pertumbuhan anak-anak juga masih membutuhkan gula sebagai energi. Intinya semua yang dikonsumsi secara proporsional akan menyehatkan,? ujar dia.
Karena itu, dia menyatakan tidak ada urgensi atau keharusan untuk mengubah klasifikasi susu kental manis sebagai produk non-susu. Apalagi keberadaan susu tersebut sudah menjadi kebutuhan masyarakat karena harganya yang relatif terjangkau.?
Adhi menambahkan, dari sisi bisnis produk ini sudah memiliki sistem yang jelas sejak lama. Demikian pula dengan jalur distribusi dan sumber bahan bakunya. Berbagai perusahaan sudah melakukan investasi dan inovasi di sektor ini.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan sepanjang semester I 2017 realisasi investasi di industri makanan setara dengan Rp 37,4 triliun atau 11,1% dari total investasi di Indonesia sebesar Rp 336,7 triliun. Rinciannya, sebesar Rp 21,6 triliun merupakan investasi makanan oleh investor dalam negeri dan US$ 1,2 miliar investasi asing.
Kontribusi industri makanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga sangat tinggi. Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan PDB untuk Industri Makanan dan Minuman sepanjang kuartal I 2017 mencapai Rp 191,3 triliun, naik 11,8% dibandingkan kuartal I 2016 sebesar Rp 171,1 triliun. PDB sektor ini sepanjang tahun 2016 tercatat Rp 741,7 triliun, menjadi yang tertinggi di industri pengolahan non-migas.?
Susu sendiri sudah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat. Data Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa konsumsi susu terus meningkat tiap dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi sebanyak 5%. Pada 2016 lalu, kebutuhan konsumsi susu nasional pada 2016 mencapai 4,45 ton susu segar. Artinya tiap orang mengkonsumsi 17,2 kg per tahun.?
Pemerintah pun menyiapkan berbagai cara untuk menjamin kebutuhan minuman kaya nutrisi tersebut di Indonesia. Salah satunya dengan mengajak pelaku usaha untuk menjalin kemitraan dengan peternak susu lokal.?
?Kami berharap para integrator industri pengolahan susu bersungguh-sungguh terlibat dalam membangun kemitraan dengan petani ternak perah. Mereka seharusnya membangun peternak binaan di berbagai tempat agar mereka dapat mengadopsi ilmu pengetahuan dari para integrator secara langsung,? ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmina.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: