PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) menyatakan pihaknya telah memperoleh komitmen dari Exim Bank of China untuk membiayai proyek pembangunan light rain transit (LRT) Jabodetabek sepanjang 400 kilometer (km) dengan nilai sebesar US$30 miliar atau sekitar Rp450 triliun.
Komitmen tersebut diperoleh setelah China Railway Construction Corporation Limited menyatakan kesanggupannya dan kesediannya untuk menggarap proyek tersebut bersama perseroan. China Railway Construction Corporation Limited melakukan pembicaraan dengan pihak Exim Bank of China untuk mendapatkan pendanaan.
Lalu, kenapa pihak China Railway Construction Corporation Limited seberani itu untuk menyanggupi bekerja sama dengan ARTI yang notabene tidak memiliki dana, tapi ingin membangun LRT?
Presiden Direktur PT Ratu Prabu Energi Tbk Burhanuddin Bur Maras mengungkapkan bahwa China Railway Construction Corporation Limited merupakan perusahaan kereta api di Cina yang sudah melakukan pembangunan jalur kereta dari Beijing hingga ke Tibet.
"Mereka itu sudah bangun jalur kereta panjang dan sudah lama. Jadi, pembangunan itu sudah selesai. Sekarang alat tidak terpakai dan para pekerja sudah tak ada lagi yang dikerjakan," ucapnya.
Sehingga, lanjut Burhanuddin Bur Maras, sebelum adanya tawaran dari perseroan, China Railway Construction Corporation Limited berencana untuk melakukan PHK massal terhadap pekerjanya. Maka, dengan adanya proyek ini, China Railway Construction Corporation Limited urung melakukan hal tersebut. Karena nantinya, pekerja dan alat yang ada saat ini tak terpakai akan dimanfaatkan untuk pengerjaan LRT di Jabodetabek.
"Sebetulnya proyek ini menguntungkan kedua belah puhak. Kenapa? Karena mereka itu sudah bangun kereta dari Beijing hingga ke Tibet. Jadi mereka banyak sekali punya pekerjaan. Alatnya banyak dan orang yang terlatih juga sudah banyak. Lalu, mereka akan PHK massal, terus alat tidak terpakai. Tiba-tiba kita tawarkan. Jad,i kalau LRT jadi, mereka tidak jadi PHK massal dan alat bisa terpakai. Jadi, kita tertolong, mereka juga tertolong," jelasnya.
Menurutnya, pihak China Railway Construction Corporation Limited akan menjadi kontraktor dalm proyek tersebut. Kemudian, perseroan akan bertindak sebagai developer. "China nanti kontraktornya. Nah, kantraktornya kita bayar, kita pinjam dari China, jadi balik lagi duitnya. Pintar kan mereka," ungkapnya.
Perseroan pun akan membentuk konsorsium dengan pihak China dan beberapa perusahaan lokal guna merealisasikan mimpinya tersebut. Dirinya tak menutup kemungkinan apabila ada salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang juga akan bergabung dalam konsorsium tersebut.
"Nanti kita juga buat konsorsium untuk membangun LRT. Ya kalau misalnya pemerintah tunjuk Jakpro untuk ikut. Kalau tidak, ya kita jalan sendiri gak masah," tegasnya.
Ia menyebutkan jika pembangunan proyek LRT ini tak akan menggunakan dana APBN. Bahkan, dalam proses pendanaan seluruh proyek tersebut Burhanuddin Bur Maras membeberkan bahwa perseroan tidak perlu mengeluarkan dana investasi sepeser pun dan juga tak memberikan jaminan apa pun kepada Exim Bank of China.
"Mereka sudah bicara dengan Exim Bank of China itu mendukung. Malah dia bisikan lagi kalau Exim Bank pinjamkan uang dia tak memerlukan equity itu capital dari saya. Jadi, no capital. Semua pinjam 100 persen," bebernya.
Emiten energi ini hanya akan memberi jaminan dalam bentuk asuransi kepada sang pemberi dana. Ia menilai jika asuransi akan lebih baik daripada jaminan pemerintah.
Ia mencontohkan, apabila dalam pelaksanan pekerjaan ada kerusakan dan memerlukan dana Rp50 juta, kalau presiden harus minta Rp50 juta harus izin ke DPR sehingga bisa memakan waktu 3 bulan, bahkan bisa setahun uangnya baru keluar. Akibatnya, proyek akan tertunda lama.
"Saya memberikan jaminan dalam bentuk asuransi. Malah asuransi lebih bagus daripada jaminan pmerintah. Karena kalau asuransi, 2 hari uangnya keluar. Asuransinya yang besar. Umpamanya Lloyd’s of London, asuransi ini kombinasi asuransi Cina, jadi terjamin," katanya.
Perseroan pun telah menggandeng konsultan asal Amerika Serikat (AS) Bechtel Corporation untuk melakukan studi pembangunan LRT sepanjang 400 km tersebut.
Burhanudiin Bur Maras pun berangan-angan sudah bisa mulai melakukan pembangunan proyek LRT tersebut dalam jangka waktu satu setengah tahun ke depan atau selambat-lambatnya pada 2020.
"Semoga proses perizinan dan restu dari pemerintah sudah selesai dalam waktu satu setengah tahun," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Fauziah Nurul Hidayah