Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Strategi PR di Tengah Gelombang Digital

Strategi PR di Tengah Gelombang Digital Kredit Foto: Perhumas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dunia kehumasan atau public relations (PR) berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut tentunya seiring berkembangnya tantangan yang dihadapi oleh kehumasan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, para praktisi PR harus paham dalam membangun reputasi, menyosialisasikan story dan achievement yang positif kepada publik dan stakeholder-nya.

Perkembangan dunia kehumasan bergerak cepat di era reformasi dan teknologi digital. Saya melihat peluang besar bahwa praktisi PR harus bisa menempatkan PR sebagai peran strategis dalam fungsi manajemen. Hal ini perlu holistic approach serta kolaborasi. Tidak saja dari praktisi, tapi juga dari akademisi yang menghasilkan calon-calon praktisi PR Indonesia di masa depan.

PR harus bertransformasi dan berevolusi. Profesi PR semakin dituntut tidak hanya sebagai mulut dari sebuah organisasi, tapi juga menjadi mata dan telinga bagi perusahaan. Profesi ini dituntut memiliki kemampuan lebih dari sekadar komunikasi. Mengapa harus berevolusi? Hubungan antara marketing, legal, human resources, finance dan operation dengan profesi PR itu semakin dekat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. PR harus memiliki tanggung jawab untuk management, brand dan advertising. Oleh karena itu, PR harus memiliki disiplin ilmu dari marketing hingga social media.

Social media menjadi salah satu yang sangat penting dipahami oleh praktisi PR. Kita lihat landscape peta social media kita saat ini. Data yang saya lihat beberapa waktu lalu sebagai contoh kecil saja, jumlah pengguna Facebook mencapai lebih dari 70 juta, Twitter lebih dari 20 juta dan linkedin sebanyak 2,5 juta. Jumlah tweet dari seluruh dunia nomor 5 adalah 10,6 miliar dan 2,4% tweet atau 225 juta twitter dan berasal dari Jakarta.

Nah, alhasil informasi apapun bisa menjadi viral karena aplikasi-aplikasi tersebut. Jumlah pengguna media sosial yang begitu banyak sekaligus mempunyai kebiasaan baru, yaitu berbagi dan bersosialisasi. Informasi yang unik hingga kontroversi, semuanya bisa menjadi viral. Lantas, esensinya adalah PR dan social media sudah menjadi tools terkait dan punya peran yang besar. Bahkan, saya yakin, kita semua ingat "Arab Spring", yaitu saat social media mampu menggulingkan pemerintahan beberapa waktu lalu. 

Intinya, kompetensi praktisi PR terus berevolusi karena mau tidak mau praktisi humas harus berevolusi di luar bidang Komunikasi dan PR semata. It has to be more. PR is no longer about PR but more! Kalau mengutip quotes dari seorang CEO yang pernah berkata kepada saya, Gung basically dalam dunia PR, she or he must know everything!

Di era banjir informasi, humas juga harus bisa selektif dan memahami peta media saat ini. Media massa berkembang pesat di Indonesia, terutama media-media massa berbasis digital. Sebagai PR yang merepresentasikan lembaga/instansi/perusahaan, harus bisa memanfaatkan berbagai channel komunikasi dan infromasi secara efektif.

Kehumasan juga harus mampu memilah dan memilih informasi yang tepat. Begitu pula saat menghadapi informasi-informasi palsu atau “fitnah”. Pasalnya, PR juga memiliki peran penting untuk mengatasi hoaks dan fakenews. Praktisi humas harus mendukung program pemerintah untuk “berbicara baik”

Praktisi humas harus terlibat dalam mengedukasi masyarakat agar informasi yang layak konsumsi lah yang patut untuk disebarluaskan, bukan berita bohong atau menebar kebencian. Termasuk saat berhubungan dengan para generasi milenial. Jangan sampai mereka hanya terjebak dalam aktivitas mengunggah, menarik follower dan viewer. Ada hal yang lebih penting untuk diperhatikan, yakni konten-konten yang dibagikan harus memberikan manfaat kepada netizen. Konten-konten yang memberikan inspirasi akan lebih berbunyi dari pada konten-konten yang berisi omong kosong.

Lantas, bagaimana dengan kehumasan di pemerintahan? Tentunya, sama halnya dengan kehumasan di sektor swasta, perannya sangat krusial dan kritikal. Mereka harus membangun public trust dan reputasi Indonesia. Salah satunya, peran mereka memberikan informasi kepada publik terkait kinerja pemerintah dan departemennya sendiri. Termasuk juga bagaimana memberikan informasi yang tepat sasaran. 

Selain berperan membangun komunikasi ke luar, ada fungsi komunikasi ke dalam. Meraka harus memberikan masukan serta advice kepada atasanya atas kebijakan serta program yang akan dicapai. Nah, disini peran strategis humas itu dibutuhkan.

Ada satu kekhawatiran terhadap peran humas, yakni hanya dipersepsikan sebagai media relations, padahal seharusnya lebih dari itu. Saya melihat humas pemerintah saat ini sudah mulai bergerak maju. Bahkan, Presiden Joko Widodo melihat peran penting humas dan ini menjadi indikator penting agar humas pemerintah harus berbenah dan memiliki kemampuan strategis. 

Lepas dari itu semua, perlu kita pahami bersama bahwa kerja-kerja PR dapat dilakukan oleh siapa pun. Pimpinan sekali pun bisa berperan dalam melakukan aktivitas PR, baik di perusahaan maupun pemerintah.

(Disarikan dari wawancara 13 September 2017)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: