Bank Indonesia (BI) gencar menggalakkan sistem pembayaran nontunai atau kerap disebut cashless society. Secara garis besar ada tiga instrumen pembayaran nontunai, yakni kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik.
Dari tiga instrumen tersebut, kartu debit dan kartu kredit merupakan produk perbankan yang hanya diterbitkan oleh bank. Sementara, uang elektronik menjadi instrumen murni nontunai yang dikeluarkan oleh bank dan lembaga bukan bank yang sudah mendapatkan izin dari BI.
Hingga 8 Juni 2017, BI telah mengeluarkan izin kepada 25 perusahaan sebagai penerbit uang elektronik yang berbasis chip maupun server. Sebelum mengantongi izin, perusahaan dilarang mengeluarkan uang elektronik, kecuali bekerja sama dengan perusahaan yang telah mengantongi izin, seperti Bank Tabungan Negara (BTN) yang bekerja sama dengan Bank Mandiri untuk mengeluarkan Blink, dan Bank Danamon yang bekerja sama dengan BCA untuk mengeluarkan Flazz Danamon.
25 Perusahaan Penerbit Uang Elektronik
- PT Artajasa Pembayaran Elektronis
- PT Bank Central Asia Tbk (BCA)
- PT Bank CIMB Niaga
- PT Bank DKI
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
- PT Bank Mega Tbk Megacash Chip
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI)
- PT Bank Nationalnobu
- PT Bank Permata
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI)
- PT Finnet Indonesia
- PT Indosat, Tbk
- PT Nusa Satu Inti Artha
- PT Skye Sab Indonesia
- PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom)
- PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel)
- PT XL Axiata, Tbk
- PT Smartfren Telecom Tbk
- PT Dompet Anak Bangsa (d/h PT MV Commerce Indonesia)
- PT Witami Tunai Mandiri
- PT Espay Debit Indonesia Koe
- PT Bank QNB Indonesia Tbk
- PT BPD Sumsel Babel
- PT Buana Media Teknologi
- PT Bimasakti Multi Sinergi
Data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) BI menunjukkan kartu debit tumbuh berkisar 13% dengan jumlah kartu 120 juta unit di 2015 meningkat menjadi 136 juta unit di 2016. Hingga Juni 2017, jumlah kartu debit telah bertambah menjadi 149 juta unit atau tumbuh 9,1%.
Begitu pula dengan uang elektronik (e-money). Meski uang elektronik sempat mengalami penurunan pertumbuhan dari tahun 2013 hingga 2015, tapi terbayar dengan pertumbuhan pada tahun-tahun setelah itu. Dari sebanyak 34 juta unit uang elektronik pada tahun 2015 naik menjadi 51 juta unit pada tahun 2016. Hingga Juni 2017, jumlahnya telah tumbuh menjadi 64 juta unit.
Pesatnya pertumbuhan penggunaan uang elektronik juga dapat dilihat dari transaksi. Volume transaksi sepanjang 2016 mencapai 683 juta transaksi, jumlah tersebut tumbuh 27,45% dibanding tahun 2015 sebesar 536 juta transaksi. Sepanjang 2017 hingga bulan Juni, jumlah transaksi mencapai 348 juta transaksi, tumbuh 12,9% jika dibanding periode yang sama tahun 2016 yang hanya mencapai 308 juta transaksi.
Pertumbuhan nilai transaksi lebih tinggi lagi. Sepanjang 2016 terjadi transaksi Rp7,06 triliun, nilai tersebut tumbuh 33,7% dibanding tahun 2015 yang hanya mencapai Rp5,28 triliun. Tahun ini diperkirakan akan naik lebih tinggi lagi, sebab hingga Juni nilai transaksi telah mencapai Rp4,76 triliun. Di periode yang sama tahun sebelumnya, transaksi hanya mencapai Rp3,17 triliun atau tumbuh 49,87%.
Pertumbuhan penggunaan uang elektronik diimbangi dengan pertumbuhan sarana penunjang. Hingga Juni 2017, jumlah reader uang elektronik telah mencapai 454 ribu unit, dibanding jumlah reader sepanjang 2016 sebanyak 375 ribu unit.
Sarana penunjang uang elektronik terdiri dari dua basis, yaitu chip dan server. Uang elektronik berbasis chip menggunakan teknologi Near Field Communication (NFC), yaitu penggunaan dengan cara didekatkan, ditempel, atau tapping. Sedangkan, uang elektronik berbasis server penggunaan cukup dengan memasukkan kode tertentu, atau menggunakan teknologi Scan QR Code.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu