Senyum merekah di wajah Siti Nurbaya, Ketua Rumah Batik Andalan di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau, ketika kedatangan tamu dari media pada pertengahan Februari lalu. Dengan antusias, ia menyampaikan Batik Bono yang diproduksi rumah batik tersebut mulai diterima masyarakat.
Bu Baya, sapaan akrabnya, menjelaskan, banyak pembeli datang langsung ke Rumah Batik Andalan. Pembeli bukan hanya berasal dari masyarakat di sekitar rumah batik, tetapi juga pejabat pemerintah, organisasi masyarakat, hingga penyedia hotel. Rata-rata omzet Rumah Batik Andalan saat ini sebesar Rp25-30 juta perbulan. Pada waktu-waktu tertentu, rumah batik yang diprakarsai oleh PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) lewat program pemberdayaan masyarakat (community development) ini meraup omzet Rp100 juta perbulan.
"Kami menerima banyak sekali pesanan batik. Kami pernah dapat order pembuatan 1.700 lembar batik. Sekarang salah satu hotel sudah mau memesan batik ke kami. Rata-rata omzet kami sebesar Rp25-30 juta perbulan. Bahkan, kami bisa mendapat omzet Rp100 juta perbulan ketika ada order seragam," katanya.
Tamu-tamu asing yang melakukan kunjungan bisnis ke RAPP sering menyempatkan diri membeli Batik Bono. Umumnya, mereka tertarik dengan motif Bono, yaitu ombak setinggi 2-4 meter akibat pertemuan arus laut yang masuk ke Sungai Kampar karena pasang.
Ombak ini unik karena hanya ada dua di dunia, yakni di Indonesia dan Brasil. Ombak langka tersebut beberapa tahun belakangan dimanfaatkan oleh wisatawan untuk melakukan olahraga selancar.
"Kami sengaja memilih motif yang berasal dari alam Pelalawan. Ombak Bono sudah menjadi ikon bukan hanya di Pelalawan, tapi juga di Riau. Oleh karena itu, kami memilih Ombak Bono menjadi motif batik," ujarnya.
Selain motif tersebut, Rumah Batik Andalan juga memiliki beberapa motif lain yang merupakan ciri khas alam Pelalawan, seperti eukaliptus, akasia, timun suri, dan lakum. Rumah Batik Andalan mampu memproduksi hingga 250 lembar batik perbulan. Saat ini ada 13 ibu rumah tangga yang bergabung menjadi pembatik di balai tersebut. Dengan menyambi sebagai pembatik, mereka dapat mengantongi pemasukan hingga Rp2 juta perbulan.
"Ada anggota rumah batik yang dahulu tidak memiliki tempat tinggal, sekarang sudah bisa menyicil rumah dari uang membatik," paparnya.
Belajar dari Nol
Bu Baya sangat bersyukur anggotanya telah mampu mendapatkan penghasilan sendiri lewat membatik. Ia mengingat proses belajar yang tak mudah karena mereka tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman ketika RAPP mendirikan bengkel produksi Rumah Batik Andalan pada tahun 2013.
"Tahun 2013 lalu ada sekitar 50 orang ibu-ibu yang dilatih membatik. Kami dibawa ke Yogyakarta untuk belajar membatik selama seminggu. Kami lalu membawa guru dari Yogyakarta untuk mengajar kami kembali di Pelalawan," tuturnya.
Anggota Rumah Batik Andalan juga belajar langsung ke sentra batik di Pekalongan selama satu minggu pada tahun 2015. Di tahun berikutnya mereka kembali memperdalam dengan mengikuti pelatihan di Solo selama satu minggu. Keuntungannya, anggota Rumah Batik Andalan memiliki kesempatan belajar dari banyak guru dari tiga sentra batik, sehingga dapat mengambil kelebihan teknik dari masing-masing mentor.
"Sejak saat itu produk batik kami menjadi lebih baik dan tidak mudah luntur. Order batik juga semakin banyak dari tahun ke tahun," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: