Target serapan gabah yang dicanangkan pemerintah tidak realistis untuk kondisi Indonesia saat ini. Ketidakrealistisan target tersebut karena Indonesia belum memiliki tingkat produktivitas yang memadai untuk memberikan toleransi harga yang diinginkan oleh Bulog.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, mekanisme untuk memenuhi target serapan gabah ini mengharuskan Bulog menyerap gabah petani dengan target 2,7 juta ton hingga akhir 2018. Namun hingga akhir Juli, target penyerapan hanya terealisasi 5,3%.
"Tujuannya untuk memperkuat cadangan beras pemerintah sekaligus membantu petani agar gabah mereka laku terjual. Namun sayangnya, kemarau panjang yang diprediksi hingga akhir November dan serangan hama, dapat menjadi kendala produktivitas. Kondisi ini sangat berpotensi mengganggu target hulu produksi terutama untuk sektor pertanian," katanya seperti dalam rilis yang diterima redaksi Warta Ekonomi, Rabu (8/8/2018).
Menurut Novani, dicanangkannya target serapan gabah ini dilandasi pertimbangan potensi panen yang besar di beberapa wilayah. Namun target tersebut sulit dicapai, mengingat potensi panen pada periode ini relatif lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
"Gabah yang sepenuhnya akan diserap pemerintah dengan harga minimal HPP. Namun nilai HPP justru terlalu rendah karena harga di pasar selalu jauh lebih tinggi. Ini tentu membuat petani merugi. Pasalnya dengan kondisi stok panen gabah terbatas dan petani harus berhadapan dengan musim kemarau panjang, biaya produksi akan meningkat. Mau tidak mau kondisi itu akan mempengaruhi harga beras," jelasnya.
Harga gabah, lanjutnya, diprediksi terus meningkat hingga akhir tahun. Ini akan berpengaruh pada produk beras dan setara beras. Saat ini petani menjual dengan harga yang tinggi, namun mereka juga mengalami penurunan produksi yang mencapai 20-60% dari produksi normal.
"Lebih baik pemerintah mempertimbangkan kembali target penyerapan yang saat ini tidak realistis. Jangan memaksa petani dengan produktivitas rendah untuk menjual harga sesuai harapan pemerintah. Tidak tepat pemerintah menyerap dan menyimpan cadangan beras, mengingat jumlah permintaan beras terus meningkat dan terancam tak dapat dipenuhi oleh produksi domestik. Saat ini biarkan petani menjual sesuai dengan harga pasar. Pemerintah cukup memastikan tidak ada pihak yang mendistorsi pasar gabah dan beras," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti