Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan sekitar 70 perusahaan tertarik dalam pengembangan Bandara Komodo, Labuan Bajo, NTT senilai Rp.3 triliun.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Wisnu Wijaya Soedibjo, mengungkapkan 70 perusahaan tersebut merupakan hasil dari kegiatan market sounding pertama yang dilakukan BKPM bersama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada akhir September 2018 lalu.
“Market sounding kali ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi seluruh peserta untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi sejelas-jelasnya dari pemilik proyek tentang kerjasama yang ditawarkan, termasuk kondisi dan persyaratan yang diinginkan pada kegiatan prakualifikasi nantinya,” jelas Wisnu di Jakarta, Senin (29/10/2018).
Beberapa perusahaan tersebut, antara lain: Muhibbah Engineering (M) Berhad, GMR Group, Astra Infra, GVK Services Indonesia, SERCO Asia Pacific, Bank of Tokyo–MUFG, ITOCHU Corporation, PT Cardig Aero Services Tbk, BAM International, PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk, PT PGAS Solution, PT Sojitz Indonesia, PT Adhi Karya (Persero), PT PP (Persero), PT Waskita Karya serta China Construction Engineering Eight Division (CSCEC)
Sementara itu, Kepala Pusat Fasilitasi Kemitraan dan Kelembagaan Internasional Kementerian Perhubungan, Agus P Saptono, menyampaikan jika pada market sounding pertama dimaksudkan sebagai penjajakan awal terhadap minat pasar, maka market sounding kedua ini untuk mengkonfirmasi minat dan keseriusan calon mitra dalam berpartisipasi dalam proses pengadaan badan usaha pelaksana KPBU pada Bandar Udara Komodo, Labuan Bajo.
Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan, Polana B. Pramesti, menyatakan bahwa bentuk kerja sama dalam proyek ini tidak lagi mewajibkan konsorsium antara badan usaha dengan PT. Angkasa Pura sebagai standing partner pengelolaan bandara.
“Rencananya pengumuman prakualifikasi akan dilaksanakan pada 31 Oktober mendatang di media cetak dan elektronik,” jelasnya.
Pengembangan Bandar Udara Komodo melalui skema KPBU membutuhkan investasi sekitar Rp3 triliun, yang terdiri dari Rp1,17 triliun biaya Capital Expenditure (CAPEX) dan Rp1,83 triliun biaya Operational Expenditure. Pengembalian investasinya diperoleh melalui tarif layanan pengguna jasa fasilitas bandar udara selama masa konsesi 25 tahun. Proyek ini juga direncanakan akan mendapatkan penjaminan pemerintah (Government Guarantee) melalui PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: