Anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang bergerak dalam bidang agroindustri yakni PT PG Rajawali II, terus berupaya menyelesaikan permasalahan penyerobotan lahan yang terjadi di Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Tebu Pabrik Gula (PG) Jatitujuh.
Salah satu cara yang ditempuh, yaitu melalui koordinasi dengan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Kementerian Koordiantor Politik, Hukum dan Keamanan. Langkah ini juga dalam rangka meminta perlindungan hukum terkait aksi penyerobotan yang semakin masif dan menjurus kepada tindakan anarkis.
Direktur Utama PT PG Rajawali II Audry Jolly Lapian mengatakan, saat ini jumlah lahan yang diserobot telah mencapai seluas 5.000 ha dengan potensi kerugian sebesar Rp210 miliar. Selain itu, hal ini juga mengganggu proses produksi gula di PG Jatitujuh yang mengakibatkan terhambatnya upaya RNI dalam memenuhi kebutuhan gula nasional.
“Gangguan yang menghambat operasional pabrik tersebut juga dapat menyebabkan memunculkan Potensi Kerawanan sosial dan ekonomi, mengingat jumlah karyawan PG Jatitujuh yang besar, sebanyak 5.000 orang karyawan” ujar Jolly dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (12/11/2018).
Dirinya melanjutkan, kerap dilakukan pengusiran kepada tenaga kerja PG Jatitujuh yang akan dan sedang melakukan pemeliharaan tanaman, pengolahan tanah, dan penanaman di lahan oleh sejumlah oknum. Gangguan yang dilakukan sampai kepada kekerasan fisik berupa pemukulan seperti yang terjadi pada Kabag SDM PG Jatitujuh.
Penyerobotan diawali oleh gugatan hukum oleh sekelompok masyarakat dari beberapa desa penyangga perkebunan tebu di wilayah Indramayu, yaitu Desa Sukamulya, Cikedung, Jatisura, Mulyasari, Loyang, dan Amis, pada tahun 2014 yang lalu. Mereka menuntut agar HGU PG Jatitujuh dihutankan kembali dan menyatakan HGU No. 2 seluas 62.485.214 M2 an. PT PG Rajawali II cacat hukum.
Sebagaimana diketahui, lahan HGU tersebut telah secara sah dimiliki oleh PT PG Rajawali II berdasarkan SK Pelepasan Kawasan Hutan Negara dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Pertanian RI sesuai SK No. 481/Kpts/Um/8/1976 tanggal 9 Agustus 1976.
Ia menjelaskan, berbagai tahapan di pengadilan telah dilalui, meski pada tingkatan Pengadilan Negeri (PN) Indramayu dan Pengadilan Tinggi Bandung gugatan sekelompok masyarakat tersebut dikabulkan, namun di Tingkat Kasasi, Mahkamah Agung RI memutuskan bahwa gugatan tersebut Tidak Dapat Diterima.
Berdasarkan putusan Kasasi tersebut, maka tidak ada tuntutan penggugat yang dapat dikabulkan dan dieksekusi oleh Pengadilan, sehingga HGU PG Jatitujuh tetap sah secara hukum milik PT PG Rajawali II.
Lebih lanjut, Jolly menyampaikan bahwa, PT PG Rajawali II dalam melakukan penggarapan lahan tebu untuk bahan baku industri gula tentunya berpegang dan berlandaskan pada bukti kepemilikan lahan yang sah sesuai dengan Sertifikat HGU yang dimiliki perusahaan yang masih berlaku sah sampai dengan tahun 2029.
Jolly menegaskan, sejauh ini upaya internal guna membangun harmonisasi dengan masyarakat sekitar terus dilakukan, salah satunya dengan merangkul masyarakat Desa Penyangga di sekitar Perkebunan Tebu PG Jatitujuh melalui Program Kemitraan Tebu Desa Penyangga yang digulirkan pada 20 Agustus 2018.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: