Depresiasi Tembus 1%, Nasib Rupiah Kian Getir Dicekal Eropa-China
Nasib getir rupiah masih terus berlanjut selama sentimen negatif dari Eropa dan China masih menghantui. Tak cukup dengan keputusan Bank Sentral Uni Eropa (ECB) yang memangkas target pertumbuhan ekonomi menjadi 1,1%, kini rupiah harus dihadapkan dengan semakin nyatanya perlambatan ekonomi China.
Bagaimanapun, China masih menjadi kiblat bagi perekonomian negara-negara benua kuning, termasuk Indonesia. Dengan dirilisnya data ekspor dan impor China yang mengalami koreksi 20,7% yoy dan 5,2% yoy, tak ayal membuat investor waspada akan ancaman perlambatan ekonomi global. Dengan begitu, keputusan investor untuk melepas aset-aset berisiko dari negara berkembang semakin bulat dan tak ada keraguan lagi.
Baca Juga: Eropa Bikin Ulah, Rupiah Jadi Korban
Masih menyandang sebagai mata uang terlemah di Asia, depresiasi rupiah bahkan telah menembus 1% menjadi 1,17% ke level Rp14.305 per dolar AS. Ini menjadi pelemahan terdalam yang dialami rupiah sejak awal tahun 2019.
Bukan hanya di hadapan dolar AS, depresiasi rupiah juga menebal menjadi 1,08% terhadap dolar Australia, 1,22% terhadap euro, dan 1,28% terhadap poundsterling. Sementara itu, di hadapan mata uang Asia, yen masih menjadi penekan utama rupiah dengan apresiasi sebesar 1,44% terhadap rupiah.
Baca Juga: Bukan Rupiah yang Salah, Dia Hanya Korban
Sebenarnya, di tengah terpuruknya mata uang garuda itu, kondisi dolar AS dapat dikatakan juga tidak terlalu baik. Meskipun menguat di hampir seluruh mata uang utama Asia, nyatanya dolar AS juga tak mampu melawan yen dan dolar Singapura dengan pelemahan masing-masing sebesar 0,32% dan 0,04%.
Selain itu, dolar AS juga mendapat depresiasi dari empat mata uang dunia lainnya, yaitu 0,10% terhadap franc, 0,09% terhadap dolar New Zealand, 0,08% terhadap poundsterling, dan 0,05% terhadap euro.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: