Penggunaan conversational Artificial Intelligence (AI) atau lebih dikenal sebagai chatbot di Indonesia makin marak dalam 3 tahun terakhir. Setidaknya saat ini sudah ada hampir 10 vendor chatbot yang melayani berbagai industri, termasuk industri perbankan, telekomunikasi, retail, FMCG, multifinance, automotif, asuransi, pendidikan, kesehatan, fintech, e-commerce, dan sebagainya. Salah satu vendor chatbot, kata.ai bahkan sudah memiliki lebih dari 40 klien dan tengah menjajaki 60 calon klien baru.
Apakah perusahaan Anda juga perlu memakai chatbot? Jawabannya tergantung dari kebutuhan perusahaan.
Juanda Rovelim, CEO Kavlink Solution Digital yang juga founder komunitaschatbotindonesia.com menyatakan penggunaan chatbot ada plus minusnya. Kebanyakan perusahaan yang kini menggunakan chatbot lebib mengarah untuk efisiensi, mengingat biaya tenaga kerja semakin mahal. Sementara beberapa pekerjaan sebenenrnya bisa diautomisasi seperti utamanya yang sifatnya berulang.
Baca Juga: Keren! Chatbot di Startup Ini Bisa Melayani Pembeli
"Jadi kita tahu sendiri tenaga kerja makin lama costnya makin mahal. Dengan chatbot, itu bisa diefisiensi. Kedua, dengan chatbot, jam kerja jadi tidak terbatas, kadang malah bisa 24 jam dan gak perlu bayar orang lebih," kata dia saat dihubungi redaksi Warta Ekonomi, Sabtu (9/3/2019).
Ditambahkan, kebanyakan penggunana chatbot oleh perusahaan di Indonesia saat ini masih dalam ranah transaksi jual beli semisal jual beli tiket pesawat atau sebagai asisten pribadi untuk membeli produk tertentu. Ada juga yang penggunaannya untuk transaksi di toko online atau e-commerce. Bahkan ada yang dipakai sekedar untuk having fun menjaga engangement antara satu brand dengan customernya semisal chatbot milik Unilever.
"Nah jadi tergantung tujuan awal perusahaan membuat chatbot. Kalau dia hanya sekedar untuk pemasaran ya gak perlu yang terlalu canggih, gak perlu dia bikin chatbot yang ada AInya, voicenya segala macem, jadi standard chatbot saja dan investasinya juga gak terlau mahal paling hanya puluhan juta rupiah. Biasanya mereka ini tidak menuntuk RoI yang cepat. Saya pribadi sarankan buatlah chatbot sesuai kebutuhan, karena kan jaman sekarang kan bahkan sudah ada aplikasi yang tabpa kita tahu pemrograman dan coding, kita bisa bikin chatbot," tambah dia.
Sementara menurut founder Kata.ai, Irzan Raditya, penggunaan chatbot saat ini makin meluas ke berbagai sektor industri maupun fungsi organisasi. Chatbot saat ini tidak hanya digunakan untuk ranah customer support, namun juga untuk transaksi jual beli barang, baik ecommerce maupun platform yang memberdayakan UKM. Di enterprise sendiri, berbagai fungsi tidak hanya customer support, sudah menggunakan chatbot semisal internal operation, IT helpdesk.
"Karena seringkali di perusahaan skala besar itu pegawai mereka kadang suka lupa passwordnya lah, ada error di sana sini, sekedar nanyain solusinya gimana, itu semua bisa lewat chatbot," kata dia kepada Warta Ekonomi, belum lama ini.
Baca Juga: Fasilitasi Transformasi Digital, Kata.ai Kenalkan Inovasi Conversational AI di Indonesia
Lalu juga fungsi HR yang sifatnya transaksional, misalnya karwayan hendak menanyakan sisa cuti, menanyakan seragam hari itu, menanyakan reimbursement, menanyakan kebijakan kantor seperti apa, bisa dilakukan lewat chatbot.
"Jadi segala fungsi yang sifatnya ada datanya, udah keliatan polanya, SOPnya repetitive itu bisa diautomasi. Jadi sudah bisa dibilang ini pergerakan positif menuju revolusi industri 4.0. Apalagi mulai banyak perusahaan yang menggebu-gebu mengejar digital transpormation. Akhirnya sampe kita kepikiran punya misi untuk mendemokratisasi AI untuk semua lapisan dan kalangan masyarakat," kata Irzan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh