Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator

Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator Warga menunjukkan jarinya yang telah dicelupkan tinta usai memberikan hak suaranya dengan latar poster Calon Presiden - Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/4/2019). | Kredit Foto: Antara/Zabur Karuru
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno resmi mendaftarkan gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Hanya TSM, Kata "Brutal" Hilang dalam Pengajuan Gugatan ke MK

"Saya serahkan secara resmi permohonan beserta alat buktinya. Dan mudah-mudah ini bisa jadi bagian penting dari upaya kami mewujudkan harapan dan merebut optimisme," tegas ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga Bambang Wijojanto (BW) di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019) malam.

Tim hukum yang ditunjuk Prabowo-Sandiaga berjumlah delapan orang. Mantan Ketua KPK Bambang Wijojanto didapuk sebagai ketua tim. Lalu ada Denny Indrayana, Teuku Nasrullah, Luthfi Yazid, Iwan Satriawan, Iskandar Sonhadji, Dorel Aimir, dan Zulfadli.

Adapun, dalam gugatan ini, tim hukum Prabowo-Sandiaga akan merumuskan adanya satu tindakan kecurangan Pilpres yang bisa dikualifikasi sebagai terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

"Ada berbagai argumen diajukan kesitu dan beberapa alat bukti yang menjadi pendukung untuk menjelaskan hal itu," kata Bambang.

Pria yang kerap disapa BW ini mengatakan, MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan, khususnya pilkada, dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis, dan masif. Karenanya, tim hukum Prabowo-Sandiaga mendorong MK bukan sekadar menjadi mahkamah kalkulator yang bersifat numerik.

Karenanya, MK harus memeriksa dugaan kecurangan tersebut. Dengan adanya kecurangan-kecurangan itu, maka muncul penilaian bahwa Pemilu 2019 merupakan yang terburuk dalam sejarah.

"MK harus memeriksa betapa kecurangan itu sudah makin dahsyat. Dan itu sebabnya di publik ada berbagai pernyataan yang menjelaskan inilah pemilu terburuk di Indonesia yang pernah terjadi selama Indonesia berdiri," ungkap BW.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: