Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Beri Dampak Negatif ke Industri, Pemerintah Harus Kaji Ulang Kebijakan Cukai Rokok

Beri Dampak Negatif ke Industri, Pemerintah Harus Kaji Ulang Kebijakan Cukai Rokok Kredit Foto: Yosi Winosa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masa depan industri hasil tembakau (IHT) usai diumumkannya kenaikan tarif cukai rokok hingga 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% seperti berada di persimpangan jalan. Keputusan pemerintah yang mulai berlaku 1 Januari 2020 tersebut berpotensi menghancurkan industri rokok, serapan hasil petani tembakau, dan meningkatkan peredaran rokok ilegal. 

Willem Petrus Riwu, Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), menyatakan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok dan harga jual eceran rokok perlu dipertanyaan, khususnya terkait dampaknya terhadap industri yang terkait.

Pertanyaannya, kalau mau mematikan industri ini apakah sudah ada penggantinya? Apakah benar jika pabrikan rokok dalam negeri tidak beroperasi maka kesehatan masyarakat dan polusi udara lebih baik secara signifikan?

Baca Juga: Cukai Naik, 2 Saham Rokok Ini Masih Layak Diburu

Selama ini, pemerintah menaikkan cukai rata-ratanya sekitar 10%, kecuali tahun 2020. Dengan adanya keputusan pemerintah yang menaikkan rata-rata cukai 23% dan HJE 35% yang sangat eksesif, tentu akan memberi dampak negatif untuk industri.

Saat ini, kondisi usaha IHT masih mengalami tren negatif (turun 1%-3% dalam tiga tahun terakhir, data AC Nielsen, produksi semester I tahun 2019 turun 8,6% (yoy)

"Dengan naiknya cukai 23% dan HJE 35% diperkirakan akan terjadi penurunan volume produksi sebesar 15% di tahun 2020. Akibatnya adalah, terganggunya ekosistem pasar rokok,  penyerapan tembakau dan cengkeh akan menurun sampai 30%, rasionalisasi karyawan di pabrik serta maraknya rokok illegal yang dalam dua tahun ini sudah menurun," katanya di sela diskusi Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia, Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (LPSDM YMIK), bertajuk "Masa Depan IHT Pasca Kenaikan Cukai" belum lama ini.

Baca Juga: Indonesian Tobbaco Dapat Berkah Dari Kenaiakan Cukai Rokok

Ia menambahkan, rokok illegal menurun selain karena gencarnya penindakan juga disebabkan oleh kebijakan cukai dan HJE yang moderat beberapa tahun terakhir. Pihaknya kecewa karena rencana kenaikan besaran cukai dan HJE yang sangat tinggi tersebut tidak pernah dikomunikasikan dengan pabrikan, sedangkan amanat UU No. 39/2007 tentang Cukai Pasal 5 ayat 4.

Dita Indah Sari, Ketua DPP PKB Bidang Ketenagakerjaan dan Migran, meminta agar pemerintah mengurangi besaran cukai rokok agar beban petani tembakau tidak berat dan bisa tetap hidup. IHT, dalam kalkulasi Dita, menyerap lebih dari 150.000 buruh dan 60.000 karyawan. Di luar jumlah tadi, saat ini ada sekitar 2,3 petani tembakau dan 1,6 juta petani cengkeh yang menggantungkan hidupnya dari industri rokok.

Dita juga menuntut pemerintah mengatur ulang tata niaga penjualan tembakau dengan meniadakan broker, tengkulak, dan pemburu rente sehingga petani lebih sejahtera. Menurut Dita, jika alasan pemerintah menaikkan tarif cukai dan HJE adalah mengurangi jumlah perokok, harus ditempuh cara lain untuk mencapai tujuan tersebut.

"Jika tujuannya mengurangi jumlah perokok, lakukan kampanye. Jangan dengan cara membunuh industrinya," kata Dita.

Baca Juga: Dear Investor Gudang Garam dan HM Sampoerna, Jangan 'Patah Arang' Dulu Ya karena. . . .

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: