Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pak Jokowi, Ini Lho Sederet Efek Negatif Kalau Cukai Rokok Naik! Ngeri!

Pak Jokowi, Ini Lho Sederet Efek Negatif Kalau Cukai Rokok Naik! Ngeri! Kredit Foto: Antara/Arif Firmansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan pemerintah Jokowi dalam menaikkan cukai rokok dinilai oleh dosen Unpad, Bayu Kharisma, akan berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. Akibatnya, jumlah industri yang legal memproduksi rokok akan menurun karena berat untuk membeli pita cukai.

"Dengan begitu kemungkinan besar perusahaan-perusahaan, khususnya yang menengah ke bawah pun akan membeli rokok tanpa pita cukai. Akibatnya, rokok yang dijual menjadi rokok illegal, di mana diprediksi bahwa rokok ilegal lebih terpusat di daerah-daerah dan menyasar konsumen yang menengah ke bawah," kata dia.

Baca Juga: Beri Dampak Negatif ke Industri, Pemerintah Harus Kaji Ulang Kebijakan Cukai Rokok

Berdasarkan fakta sembilan tahun terakhir, konsumsi rokok tiap tahunnya hanya dua kali mengalami penurunan, yautu di tahun 2012 dan 2016. Saat harga cukai tembakau naik mencapai 16% dan 14%, di mana pada saat tarif cukai naik signifikan pada 2012 sebesar mencapai 16%.

Sementara itu, volume penjualan rokok turun 5,6% menjadi 302,5 miliar batang dari sebelumnya 320,3 miliar batang. Kemudian, pada tahun 2016, saat cukai naik 14% volume penjualan hanya turun 1,37% menjadi 316 miliar batang dibandingkan tahun 2015 sebanyak 320,4 miliar batang.

Selanjutnya di tahun-tahun lainnya, kenaikan cukai tidak berdampak pada penurunan volume penjualan. Secara rata-rata volume, penjualan selama sembilan tahun terakhir tercatat naik, di mana ketika cukai naik sebesar 11% dan 10% di tahun 2017 dan 2018, volume penjualan masih mampu mencatat kenaikan 3,96% dan 1,67%.

Baca Juga: Kebijakan Jokowi Perlu Ditelusuri, Soal Apa?

Dengan demikian, jika melihat data atau fakta-fata yang sebelumnya pada tahun 2012 menunjukkan bahwa ketika pemerintah menaikan tarif cukai sebesar 14%-16% maka volume penjualan rokok turun signifikan, sedangkan pada saat terjadi kenaikan 10%-11% tingkat penjualan masih menghasilkan hasil yang positif.

"Oleh karena itu, menurut saya bahwa kenaikan cukai rokok sampai 23% sangat tinggi dan dipredikasi akan menurunkan penjualan rokok dan berdampak luas kepada hal lainnya seperti pengangguran, inflasi termasuk rokok ilegal yang disebabkan oleh menurunya tingkat volume penjualan ini. Oleh karena itu, berkaca fakta sebelumnya (tahun 2012 dan 2016) maka kenaikan cukai rokok yang optimal sekitar 10%-12% dan kenaikan harga eceran berkisar di bawah 15%," tambah Bayu.

Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, mengatakan bahwa peran pemerintah seharusnya sebagai pengarah industri untuk bergerak tanpa adanya paksaan. Pemerintah juga harus melihat bagaimana kondisi pasar di indonesia karena selera masyarakat berbeda-beda.

Pemerintah seharusnya memiliki roadmap yang optimum untuk industri hasil tembakau (IHT). Jika sudah ada roadmap optimumnya, nanti dengan sendirinya kerangka kebijakan akan dilengkapi dengan kemitraan.

Baca Juga: Kenapa Rokok Elektrik Berbahaya Bagi Tubuh?

Pasar, menurut Enny, hanya bisa dikendalikan dengan ketepatan regulasi karena apabila regulasi tidak tepat, pasti akan kalah dengan mekanisme pasar. Rokok memang harus dikendalikan, namun kenaikan cukai harus penuh perhitungan karena rokok menyumbang inflasi.

Simplifikasi, lanjut Enny, harus mengakomodasi kedua belah pihak. Apabila kenaikan cukai terlalu berlebihan, justru akan semakin sulit untuk mengendalikan karena banyak yang lari ke rokok ilegal. Saat ini, 10 golongan yang ada dalam industri rokok, sudah tepat karena Indonesia memang memiliki keragaman jenis dan selera.

"Untuk rokok dalam negeri, harus ada regulasi insentif dan disinsentif agar dapat memberikan kepastian terhadap industri nasional," kata dia.

Baca Juga: Indonesian Tobbaco Dapat Berkah Dari Kenaiakan Cukai Rokok

Budayawan Mohammad Sobari menyatakan tembakau adalah bagian dari budaya Indonesia dan berkontribusi dalam menopang ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu untuk melindungi industri tembakau dengan regulasi yang tepat. Kalau hanya sekedar menambah penerimaan negara, industri yang sudah memberikan kontribusi nyata jangan dipersulit.

Apabila pemerintah ingin meningkatkan penerimaan negara, ada potensi dari industri kelautan. Di pantai-pantai Indonesia banyak sekali terjadi pencurian ikan. Harusnya, lanjut Sobari, ada penekanan pada sisi pembelaan terhadap kedaulatan pangan Indonesia, termasuk tembakau.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: