Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenperin Pede 5 Sektor Manufaktur Bakal Kerek Ekonomi Nasional

Kemenperin Pede 5 Sektor Manufaktur Bakal Kerek Ekonomi Nasional Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang fokus menggenjot kinerja lima sektor manufaktur di dalam negeri untuk siap memasuki era industri 4.0 dan menjadi penopang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional ke depannya.

Kelima sektor tersebut, antara lain industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, kimia, otomotif, serta elektronika.

"Sektor-sektor itu dipilih berdasarkan evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup kontribusi PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar," kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengutip laman Kemenperin, Rabu (9/10/2019).

Sigit menjelaskan, lima sektor manufaktur yang menjadi andalan tersebut, dinilai mampu memberikan kontribusi signfikan hingga lebih dari 60% terhadap share ke PDB, nilai ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.

Baca Juga: Menperin Tarik Investor Negeri Gingseng Tanam Duit di Sektor Manufaktur RI

"Sehingga kalau kelima sektor ini kita garap bersama-sama, tentunya akan men-trigger pertumbuhan ekonomi kita lebih signifikan," tuturnya.

Misalnya, industri makanan dan minuman, dalam kurun lima tahun terakhir kinerjanya konsisten positif melampaui dari pertumbuhan ekonomi.

"Sektor ini tumbuh rata-rata di atas 8-9%. Jadi, kalau industri makanan dan minuman ini kita berikan upaya-upaya peningkatan yang lebih besar lagi melalui industri 4.0, tentu pertumbuhannya bisa double-digit," ungkap Sigit.

Bahkan, selama ini industri makanan dan minuman berperan penting dalam peningkatan nilai tambah bahan baku di dalam negeri.

"Sektor ini memang mempunyai nilai tambah paling tinggi karena seluruh komponen bahan bakunya sebagian besar berasal dari dalam negeri. Apalagi, sektor ini didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) sehingga bisa mewujudkan ekonomi yang inklusif," imbuhnya.

Sementara mengenai pengembangan di sektor industri kimia, pemerintah sedang gencar menarik investasi untuk memperkuat struktur manufaktur di dalam negeri. "Sebab, dari 1998, belum ada investasi yang besar khususnya di industri petrokimia. Padahal, produksi dari sektor tersebut banyak dibutuhkan untuk memasok kebutuhan bagi sektor lainnya," ujar Sigit.

Untuk itu, dengan memprioritaskan pengembangan industri kimia, Kemenperin mendorong agar dapat menghasilkan produk substitusi impor sehingga bisa menaikan defisit neraca perdagangan.

"Oleh karena itu, investasi-investasi yang sedang kita upayakan masuk, industrinya sudah mengaplikasikan teknologi industri 4.0, yang tentunya bisa meningkatkan produktivitas secara efisien," paparnya.

Terkait industri tekstil dan pakaian, Sigit mengemukakan, sektor ini merupakan struktur manufaktur yang tertua di Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan program restrukturisasi mesin produksi yang lebih modern sehingga dapat memacu produktivitas dan daya saingnya.

"Potensi kita, industri tesktil dan pakaian ini sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir. Kalau didorong dengan penerapan industri 4.0, kami optimistis bisa mengejar kapasitas produksi dari negara-negara kompetitor," lanjutnya.

Di industri elektronika, Kemenperin juga sedang mendongkrak kinerjanya melalui peningkatan investasi. “Kita masih memerlukan investasi yang cukup besar khususnya di sektor hulu, yang bisa menghasilkan berbagai komponen untuk memasok kebutuhan bagi sektor-sektor lainnya seperti industri otomotif," tutur Sigit.

Baca Juga: Langkah Strategis Kemenperin Percepat Transformasi Industri 4.0

Sementara itu, di industri otomotif, Sigit menilai kinerja sektor tersebut mulai bergerak naik signifikan dibanding 20 tahun lalu. Hal ini seiring terjadinya peningkatan investasi di dalam negeri, di mana sejumlah produsen global menjadikan Indonesia basis produksinya untuk mengisi pasar ekspor.

"Saat ini perkembangan teknologinya pun terus berkembang, seperti pada pengaruh mesinnya terhadap lingkungan. Maka itu, pengembangan kendaraan listrik menjadi prioritas ke depannya. Jadi, nanti ada aturan mengenai PPnBM yang didasarkan pada emisi yang dikeluarkan. Kalau emisinya rendah, PPnBM-nya akan rendah," jelasnya.

Sigit menegaskan, pemerintah telah menyusun langkah strategis untuk menggenjot kinerja lima sektor tersebut, yang tertuang di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Peta jalan ini diyakini akan dapat mewujudkan visi Indonesia menjadi negara 10 besar yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada 2030.

"Kami juga optimistis implementasi industri 4.0 akan mengoptimalkan potensi-potensi lainnya seperti penambahan pertumbuhan ekonomi sekitar 1-2%, peningkatan kontribusi sektor terhadap PDB hingga 25% pada 2030, peningkatan net export hingga 10%, serta mengisi kebutuhan tenaga kerja yang melek digital hingga 17 juta orang untuk mendorong peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional hingga US$150 Miliar pada 2025," paparnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: