Untuk mendorong produktivitas dan meningkatkan daya saing kakao rakyat, pemerintah mengembangkan kakao berkelanjutan dengan lahan seluas 477 ribu ha pada tahun 2019. Kakao ini dikembangkan melalui kegiatan utama berupa perluasan, peremajaan, rehabilitasi, dan intensifikasi.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, megatakan bahwa pada tahun 2019 ini telah dialokasikan pengembangan kakao seluas 7.730 ha melalui kegiatan peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation dan pilot project fertigasi kakao. Selain itu, telah diluncurkan juga Kredit Usaha Rakyat (KUR), khusus perkebunan, untuk mendorong petani/pekebun dalam mengembangkan budidaya kakao.
Baca Juga: Benih Jagung Kementan Beri Keuntungan bagi Korban Terdampak Erupsi Sinabung
Menurutnya, ada beberapa faktor pendukung potensi kakao di tanah air bisa ditingkatkan produksi dan kualitasnya. Di antaranya, Indonesia memiliki areal lahan cukup luas yang sesuai untuk kakao. Faktor lainnya adalah minat pekebun cukup tinggi dan tersedianya bahan tanam unggul. "Dalam pengembangan kakao juga ada dukungan berupa paket teknologi dari pemerintah dan tersedianya SDM peneliti yang berkualitas," ujar Kasdi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Kasdi melihat, kakao juga menjadi komoditas sosial. Artinya, usaha perkebunan kakao tersebut hampir 97% diusahakan perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 1,7 juta kepala keluarga (KK). Bukan hanya itu, komoditas kakao juga mempunyai nilai ekonomis tinggi karena memberikan sumbangan dalam perolehan devisa sebesar 1,24 miliar dollar AS.
Lantaran memiliki potensi ekonomi besar dan sebagai penghasil devisa negara, pemerintah terus mendorong kinerja kakao nasional dengan cara meningkatkan produktivitas kakao yang ditanam pekebun. "Kalau dipandang dari aspek agribisnis, performance komoditas kakao cukup prospektif. Sebab, saat ini tren pertumbuhan konsumsi dunia cenderung meningkat signifikan," kata Kasdi.
Bahkan menurut Kasdi, komoditas kakao memiliki potensi pasar lokal luar biasa. Bahkan, peluang pasar ekspornya juga besar. Sejumlah negara seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Asia (Singapura dan Malaysia), dan sejumlah negara lain seperti Timur Tengah juga meminati produk kakao Indonesia.
"Sayangnya, yang dijual atau diekspor itu sebagian besar berupa biji kakao. Padahal, petani bisa menjual kakao yang sudah diolah sehingga bisa mendapat nilai tambah,” papar Kasdi
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Puri Mei Setyaningrum
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: