Institute for Development of Economics and Finance atau Indef meminta pemerintah untuk mengalokasikan dana lebih besar untuk BPJS Kesehatan. Pasalnya program ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Menurut ekonom senior Indef Didik J Rachbini, ada banyak pos anggaran yang bisa dikurangi pemerintah, yang sifatnya tidak relevan bagi kesejahteraan masyarakat. Misalnya, pemerintah bisa mencabut subsidi yang diberikan pada PNM agar BPJS Kesehatan bisa bernafas.
"Contohnya, kurangi subsidi pada BUMN (PNM) yang menelan puluhan triliunan dana negara, dari alokasi khusus yang tidak efisien, ditarik dari ratusan dana daerah yang dipendam di perbankan," papar Didik melalui keterangan tertulisnya, Rabu (30/10/2019).
Baca Juga: Kalau Bisa Beresin BPJS Kesehatan, Terawan Menkes Top Markotop!
Soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100%, yang mulai berlaku 1 Januari 2020 mendatang, Didik menyebutnya sebagai salah satu solusi kecil untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan agar tetap beroperasi.
"Jika iuran naik dipersoalkan dan tanpa sulosi dan ditentang banyak orang, maka ini hanya gaya agitatif yang tidak bermanfaat. Menurut saya iuran naik adalah inisiatif solusi, tetapi hanya satu solusi kecil," jelas dia.
Didik menambahkan, pemerintah saat ini harus benar-benar memprioritaskan jaminan kesehatan ini karena merupakan amanat UUD 1945. Bila program ini tidak berjalan baik, artinya Presiden telah melanggar UUD 1945.
Ia juga mengimbau pemerintah untuk lebih memprioritaskan masyarakat yang tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai masyarakat miskin, juga harus tegas dalam penggolongan. Subsidi seharunya dilarang keras untuk diberikan pada golongan yang mampu.
"Saat ini golongan yang mampu menjadi parasit BPJS. Pejabat BPJS harusnya kenal dengan moral hazard sehingga mereka yang mampu bisa dinaikkan tarifnya lebih besar lagi," pintanya.
Baca Juga: Miris, 43,2% Ibu Hamil Nunggak Iuran BPJS Kesehatan setelah Melahirkan
Dia melanjutkan, "Khususnya golongan miskin, yang sudah terdaftar di dalam data BPS, penerima raskin, dengan ciri pemilikan aset yang rendah, terutama yang tidak punya motor, rumahnya berlantai tanah, jamban sederhana, dan sederet kriteria miskin lainnya. Golongan ini harus mendapat perhatian."
Di balik masalah yang terjadi saat ini, menurut Didik, jika pembentukan BPJS Kesehatan sudah salah kaprah sejak awal lantaran gaya politik dan populis naif. Oleh karenanya harus diubah dengan tidak memberikan subsidi pada golongan yang mampu.
"Yang kaya harus membayar tinggi masuk ke sistem komersial sehingga mengurangi beban pemerintah setidaknya sepertiga penduduk harus masuk komersial," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti